POLISI KESULITAN TUNTASKAN PERKARA KORUPSI RSUD SELONG

id

     Mataram, 10/4 (Antara) - Penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengaku kesulitan menuntaskan perkara dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2008 senilai Rp3,78 miliar untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Selong, Kabupaten Lombok Timur.

     "Mengapa perkara itu menjadi lama, karena kami belum miliki data pembanding yakni daftar harga di tahun 2008. Kami sudah minta bantuan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) namun yang didapat daftar harga 2005 dan 2007," kata Direktur Reserse dan Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda NTB Kombes Pol Triyono Basuki Pujono, di Mataram, Rabu.

     Penyidik Polda NTB menangani perkara dugaan korupsi di RSUD Selong itu sejak 2009, dan telah menetapkan Utun Supriya (mantan Direktur RSUD dr Soejono Selong) dan lima orang panitia pengadaan barang dan jasa proyek tersebut sebagai tersangka.

     Utun selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan lima panitia pengadaan barang ternyata melakukan proses penunjukan langsung (PL) proyek tersebut.

     Padahal dalam Keppres No 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, mengharuskan tender bagi proyek dengan nilai diatas Rp50 juta.

     KPA dan panitia pernah dua kali melakukan proses tender tapi gagal, kemudian menggunakan alasan mendesak sehubungan tahun anggaran akan segera berakhir, untuk memilih proses penunjukan langsung.

     Keenam tersangka itu dijerat pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

     Berkas perkara untuk keenam tersangka itu pun sudah pernah diserahkan ke kejaksaan (penyerahan tahap pertama) namun pihak kejaksaan menghendaki data pembanding dari kontraktor lain untuk mengetahui nilai kerugian negara.

     Dalam berkas yang diserahkan ke kejaksaan itu, penyidik menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp800 juta dari nilai proyek sesuai kontrak kerja sebesar Rp3,788 miliar. Pagu anggaran pada proyek tersebut sebesar Rp4,175 miliar.

     Namun, auditor BPKP Perwakilan Denpasar hanya menyebut nilai kerugian negara dalam proyek pengadaan alkes untuk RSUD Selong itu hanya Rp125,45 juta.

     "Kami (penyidik Polda NTB) waktu itu menggunakan data pembanding harga penawaran, tapi ternyata tidak bisa menurut kejaksaan. Sehingga harus ada daftar harga tahun 2008 sebanyak 25 item, itu yang belum kami dapat," ujarnya.

     Data pembanding itu, lanjut Triyono, yang dibutuhkan kejaksaan untuk memperkirakan nilai kerugian negara yang riil, sehingga berkas perkara tersebut dinyatakan belum lengkap (P19).

     Menurut dia, sepanjang penyidik Polda NTB tidak mengantongi daftar harga tahun 2008, maka akan kesulitan untuk menuntaskan pemberkasan perkara dugaan korupsi itu.

     "Nanti kalau dipaksakan, maka akan menjadi perdebatan di pengadilan. Nilai kerugian negaranya berapa? dan itu akan melemahkan dakwaan, dan akhirnya bisa bebas," ujarnya.

     Triyono pun tidak menampik perkara dugaan korupsi itu dapat mengendap di tingkat penyidikan jika tidak juga menemukan daftar harga 2008 sebagai data pembanding dalam menentukan nilai kerugian negara.

     "Mungkin begitu, jadi itu jawaban kami terkait kasus dugaan korupsi itu. Kami pun sudah sampaikan ke BPK, bahkan kami meminta disupervisi oleh KPK. Tim kami juga sudah ke KPK di Jakarta," ujarnya. (*)