NTB MENGHEMAT RP70 MILIAR DALAM PENERAPAN ULP

id

     Mataram, 16/4 (Antara) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mampu melakukan penghematan sebesar Rp70 miliar dalam penerapan Unit Layanan Pengadaan (ULP) di tahun anggaran 2012, sebagai bagian dari upaya mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

     "Tahun lalu penerapan layanan e-procurement (konsep ULP) dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, kami (Pemprov NTB) bisa menghemat Rp70 miliar," kata Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, pada pencanangan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi, oleh Wakil Menteri (Wamen) Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) Eko Prasojo, di Mataram, NTB, Selasa.

     Pencanangan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi itu juga mengarah kepada wilayah birokrasi bersih dari nepotisme.

     Pencanangan tersebut ditindaklanjuti dengan penandatanganan pakta integritas oleh Wamen PAN dan RB, diikuti Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, dan para bupati/wakil bupati serta wali kota/wakil wali kota.

     Pelaksanaan zona bebas korupsi di instasi pemerintah diwujudkan dengan sejumlah cara, seperti menciptakan empat sistem elektronik e-office, e-planning, e-budgetting, e-procurement. Empat sistem itu dinilai cukup ampuh untuk meminimalisir tindak pidana korupsi di Indonesia.

     ULP merupakan wadah penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sebagai salah satu gagasan dalam membangun layanan e-procurement (e-proc) dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, guna mencegah praktik KKN.

     ULP Pemprov NTB dilengkapi fasilitas komputerisasi berkapasitas 1.073 Giga bite, guna mengimplementasikan layanan pengadaan barang dan jasa melalui internet.     

     Pengadaan ULP atau Sekretariat LPSE beserta fasilitas pendukungnya yang nilainya hampir Rp200 juta itu, merupakan bantuan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Australia (AusAID).

     Program AusAID di NTB antara lain peningkatan kapasitas tata pemerintahan di tingkat provinsi dan kabupaten, peningkatan pendapatan masyarakat (perempuan dan laki-laki), dan peningkatan akses dan kualitas layanan dasar bagi masyarakat.

     Keberadaan ULP itu mempermudah masyarakat yang hendak terlibat dalam praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah, karena efektivitas waktu relatif terjamin.

     Proses pengadaan barang dan jasa menjadi lebih cepat, selain itu subyektifitas dalam penentuan rekanan yang selama ini terjadi, menjadi berkurang dan membuka peluang yang sama kepada semua rekanan, karena semuanya tersistem, dan tidak seorang pun yang dapat melihat naskah penawaran, termasuk panitia jika belum waktunya.

     Di hadapan Wakil Menteri PAN dan RB serta para bupati/wali kota, serta pejabat terkait lainnya, Zainul mengungkapkan bahwa Pemprov NTB sudah menerapkan layanan e-proc sejak 2011 meskipun baru meluncurkannya secara resmi pada akhir 2012.

     Peluncuran e-proc pada 17 Desember 2012 saat Pemprov NTB berusia 54 tahun itu, juga merupakan awal diberlakukannya zona integritas pada wilayah tertib administrasi yang diharapkan dapat menghasilkan wilayah bebas tindak pidana korupsi.

     Saat penerapan e-proc sejak Januari 2012, Pemerintah Provinsi NTB melelang sebanyak 267 paket proyek pengadaan barang dan jasa melalui LPSE, atau penawaran pengadaan barang dan jasa melalui layanan elektronik, yang direspons publik, dan akan ditindaklanjuti secepatnya.

     Ratusan paket proyek itu, termasuk proyek jalan dan jembatan provinsi, dan proyek pengadaan barang dan jasa strategis lainnya.

     Pemprov NTB melibatkan 260 operator terdidik yang siap menjalankan sedikitnya 13 jenis aplikasi e-proc baik di Pemprov NTB maupun 10 kabupaten/kota dalam wilayah NTB, hingga dilakukan pelelangan sebanyak 267 paket proyek pengadaan barang dan jasa.

     "Dari layanan elektronik itu, kami bisa menghemat Rp70 miliar, dan ini berpeluang untuk terus dikembangkan dengan harapan ada transparansi dan akuntabel dalam pengadaan barang dan jasa, serta bebas dari KKN," ujar Zainul. (*)