Pemprov NTB dorong perluasan Pulau Bungin

id Pemprov NTB dorong perluasan Pulau Bungin

Pemprov NTB dorong perluasan Pulau Bungin

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong perluasan Pulau Bungin yang terletak di Kecamatan Alas, kabupaten Sumbawa, karena tingkat kepadatan penduduk di pulau itu melebihi kewajaran. (Pulau Bungin, di Sumbawa)

"Sudah ada studi kajian pengembangan kawasan Pulau Bungin, dan pulau itu masih bisa diperluas 4,8 hektare lagi, sehingga Pemprov NTB mendorong perluasan itu," kata Kabag Humas dan Protokol Setda NTB Tri Budiprayitno.
Mataram (Antara Mataram) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mendorong perluasan Pulau Bungin yang terletak di Kecamatan Alas, kabupaten Sumbawa, karena tingkat kepadatan penduduk di pulau itu melebihi kewajaran.

"Sudah ada studi kajian pengembangan kawasan Pulau Bungin, dan pulau itu masih bisa diperluas 4,8 hektare lagi, sehingga Pemprov NTB mendorong perluasan itu," kata Kabag Humas dan Protokol Setda NTB Tri Budiprayitno, di Mataram, Rabu.

Ia mengatakan, Pulau Bungin dijuluki pulau terpadat karena luasnya saat ini hanya delapan hektare namun dihuni oleh 708 Kepala Keluarga (KK) atau 3.045 jiwa.

Pulau dengan kepadatan penduduk empat orang per 100 meter persegi itu rentan konflik sosial atau terlibat berbagai permasalahan sosial.

Selain pernah merebak penyakit malaria yang menewaskan delapan orang dan 300 orang warga lainnya dilarikan ke puskesmas dan rumah sakit terdekat, pulau ini juga menimbulkan kesan unik karena dapat dikategorikan terpadat didunia.

Selain itu, pulau yang dihuni para nelayan beserta sanak keluarganya itu juga memunculkan cerita unik yakni kambing makan kertas karena tidak ditemukan rumput.

Pulau terpadat itu terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa sekitar 70 kilometer dari Sumbawa Besar, ibukota Kabupaten Sumbawa.

Dari Mataram, ibukota Provinsi NTB menghabiskan waktu berkendara sekitar 6-8 jam perjalanan ke arah timur, sudah termasuk perjalanan laut menggunakan kapal penyeberangan Lombok-Sumbawa.

Warga yang mendiami pulau kecil itu umumnya berasal dari suku Bajo, Provinsi Sulawesi Selatan, dan berprofesi nelayan.

Awalnya luas pulau itu hanya tujuh hektare, namun semakin bertambah karena warga setempat menimbun material tanah dan batu bibir pantai agar dapat menjadi lahan tempat tinggal, hingga luas pulau itu kini menjadi delapan hektare.

Konon, hukum adat perkawinan warga Bungin yang menjadi alasan pulau itu tetap mampu menampung pertambahan jumlah penduduknya, yakni pasangan muda-mudi yang hendak menikah wajib membangun lokasi sendiri untuk mendirikan rumah mereka.

Pasangan itu harus mengumpulkan batu karang untuk ditumpuk pada sisi luar pulau yang ditentukan. Ukuran lokasinya bisa mencapai 6 x 12 meter persegi.

Setelah lokasi terbentuk, baru mereka boleh menikah dan mendirikan rumah dan itu sebabnya luas pulau Bungin terus bertambah dari tahun ke tahun.

"Karena kepadatan penduduk terus meningkat, dan dikhawatirkan mencuat beragam masalah, sehingga pada 2013 dilakukan kajian pengembangan kawasan Pulau Bungin. Hasilnya, masih bisa diperluas 4,8 hektare lagi," ujarnya.

Hanya saja, kata Tri, jika warga yang memperluas pulau itu dengan caranya sendiri, maka dikhawatirkan mereka akan terus menggunakan terumbu karang sebagai bahan untuk memperluas areal pemukiman.

Oleh karena itu, kajian pengembangan Pulau Bungin itu mengarah kepada perluasan areal lahan dengan cara direklamasi dan ditata letak permukimannya secara optimal sehingga tidak lagi merusak terumbu karang.

"Dari hasil kajian itu, diharapkan berbagai instansi menindaklanjutinya, seperti Dinas PU agar mereklamasi/membangun perluasan lahan pemukiman, prasarana jalan lingkungan, hingga jaringan drainase," ujarnya.

Selain itu, PDAM agar menyediakan tambahan fasilitas air bersih, peningkatan fasilitas listrik dan penerangan, dan instansi kesehatan mengupayakan peningkatan fasilitas kesehatan dari Puskesmas Pembantu (PUSTU) menjadi Puskesmas.

Demikian pula, instansi pendidikan dan instansi terkait lainnya yang sekiranya mengupayakan peningkatan dan penambahan fasilitas pendidikan sehingga memiliki gedung Taman Kanak-kanak hingga SLTA, fasilitas umum seperti sarana olah raga, balai kesenian dan budaya, serta fasilitas perekonomian seperti lokasi kuliner, hingga stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan..

Tri menambahkan, berbagai kebijakan penataan lingkungan dan pengembangan ekonomi Pulau Bungin sudah dimulai meskipun belum mencapai target yang diharapkan.

Pada 2009 berbagai instansi dan satuan kerja baik yang berasal dari lingkup Pemerintah Provinsi NTB maupun Pemerintah Kabupaten Sumbawa berpartisipasi menata lingkungan Pulau Bungin selama 15 hari terhitung dari tanggal 30 November s/d 14 Desember 2009.

Upaya tersebut telah merubah tampilan Pulau Bungin yang tadinya terkesan kumuh, kotor dan sumpek menjadi Pulau Bungin yang mempunyai lingkungan yang bersih, rapi, segar dan mempunyai semangat untuk mengembangkan diri.

Selanjutnya, pada 2011 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB berpartisipasi dan memfasilitasi penyelenggaraan Lomba Perahu Layar /Festival Bungin Cross.

Pada 2012 melalui dana APBD DPA Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB telah dibangun satu unit dermaga apung senilai Rp400 juta, dan dari dana APBN Kementerian Kelautan dan Perikanan telah dibangun sarana air bersih berupa fasilitas destilasi (penyulingan) air laut menjadi air tawar sebanyak satu unit senilai Rp1,5 miliar. (*)