OJK dukung implementasikan kekayaan intelektual sebagai agunan kredit

id OJK,Hak Atas Kekayaan Intelektual,HAKI,kredit,ojk agunan

OJK dukung implementasikan kekayaan intelektual sebagai agunan kredit

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae (tengah) dalam FGD tentang HAKI sebagai agunan, Selasa (5/4/2023). ANTARA/Sanya Dinda

Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ikut mendukung implementasi amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP Ekraf) mengenai penggunaan Kekayaan Intelektual (KI) sebagai agunan penyaluran kredit.

Dukungan OJK tercermin dalam sinergi antara OJK dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), perwakilan pelaku ekonomi dan kreatif, dan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) dalam Focus Group Discussion (FGD).

“OJK juga telah mengirimkan surat No. S-12/D.03/2022 pada 2 September 2022 kepada seluruh bank umum konvensional. Surat dimaksud merupakan penegasan serta dukungan OJK dalam praktik penggunaan KI sebagai agunan kredit oleh perbankan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam FGD, Selasa.

FGD yang diselenggarakan bertujuan membantu pelaku ekonomi kreatif mengakses pembiayaan, sehingga mereka dapat berkembang dan berkontribusi lebih besar guna memperkuat perekonomian nasional. Dian menjelaskan bahwa di Indonesia, sektor ekonomi kreatif diharapkan mampu menjadi kekuatan baru ekonomi nasional yang berkelanjutan dengan menekankan pada penambahan nilai barang lewat daya pikir serta kreativitas manusia.

Saat ini sektor ekonomi kreatif menjadi salah satu katalisator bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicerminkan melalui kontribusi terhadap PDB dan ekspor nasional. Ia menjelaskan, dalam praktik pemberian kredit, perbankan perlu memperhatikan beberapa faktor yang dinilai untuk meyakini iktikat dan kemampuan calon debitur, salah satunya agunan. Dalam hal ini, agunan merupakan 1 dari 5 faktor yang perlu dipertimbangkan, karena agunan yang diterima merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur.

Di Indonesia, terdapat ketentuan yang mengatur tentang jenis agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam perhitungan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) dan persyaratannya. Namun demikian, perhitungan PPKA ini hanya diperuntukkan bagi pengawasan prudensial saja, yaitu untuk membandingkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dengan PPKA dalam perhitungan Permodalan Bank (KPMM).

Baca juga: Dana terhimpun di pasar modal Rp54,24 triliun di Maret 2023
Baca juga: Bank regional dan global siap pensiunkan energi fosil

“OJK tidak membatasi jenis agunan yang dapat diterima bank, hal ini mengingat agunan merupakan keputusan masing-masing bank berdasarkan penilaian terhadap calon debitur,” kata Dian pula. Untuk mendukung implementasi KI sebagai agunan kredit perbankan, OJK sebelumnya telah melakukan beberapa pertemuan dengan masing-masing pihak terkait secara terpisah guna mendiskusikan isu dan kendala yang terjadi dalam praktiknya.

“OJK juga telah berkoordinasi secara teknis dan terus mendukung Kemenparekraf sebagai pemrakarsa, untuk mengimplementasikan amanat Peraturan Pemerintah tentang Ekonomi Kreatif,” ujar Dian.