Kejari penuhi permintaan BPKP terkait Kasus RTLH

id Kasus Korupsi

Kejari penuhi permintaan BPKP terkait Kasus RTLH

Aktivis dari Komite Rakyat Anti Korupsi melakukan aksi dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Internasional, di Bogor. (Foto Antara/Jafkhairi) (1)

"Keduanya sudah kami mintai keterangan sebagai saksi, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan tim audit BPKP NTB"
Mataram (Antara NTB) - Kejaksaan Negeri Mataram telah memenuhi permintaan tim audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait penanganan kasus dugaan penyelewengan anggaran proyek pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH) di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.

Kajari Mataram melalui Kasi Pidsus Herya Sakti Saad kepada wartawan di Mataram, Selasa, menjelaskan permintaan tim BPKP NTB itu seputar keterangan yang diperlukan dari dua orang saksi, yakni SY, Kepala Bidang Pemberdayaan di BPMDes Lombok Utara dan KP, mantan Kepala Unit PT BRI Tanjung.

"Keduanya sudah kami mintai keterangan sebagai saksi pada Senin (14/9) lalu, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan tim audit BPKP NTB," kata Herya.

Dikatakan, keterangan yang dianggap masih kurang oleh tim audit BPKP NTB untuk melengkapi investigasinya, tidak terlepas dari mekanisme penyaluran dan penggunaan dana yang dihibahkan dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) pada tahun 2014.

Sehubungan hal itu, Herya mengungkapkan bahwa seluruh data yang dibutuhkan oleh tim audit BPKP NTB sudah terpenuhi dan dalam waktu dekat pihaknya akan menyerahkan hasil pemeriksaan tambahan dua saksi agar tahap investigasi yang tengah dilaksanakan segera mendapat hasil.

"Semoga dengan keterangan tambahan dari dua saksi ini dapat segera merampungkan investigasi yang dilakukan oleh tim audit BPKP NTB," ujarnya.

Diketahui, NTB mendapat kucuran proyek yang dianggarkan dari dana APBN tahun 2014 itu senilai Rp14,7 miliar yang diperuntukkan kepada 2.400 penerima bantuan, salah satunya untuk di wilayah Kabupaten Lombok Utara, Kecamatan Bayan.

Untuk Kecamatan Bayan, mendapat bagian anggaran senilai Rp5 miliar yang diperuntukkan bagi 667 penerima bantuan. Dari jumlahnya, ada dua desa yang mendapat bantuan, yakni Desa Akar-akar sebanyak 486 penerima dan 181 di Desa Senaru.

Bantuan senilai Rp5 miliar tersebut dititipkan Kemenpera melalui rekening tabungan PT BRI Unit Tanjung. Sehingga untuk tahap pencairannya, setiap penerima berhak mendapat bantuan senilai Rp7,5 juta dalam bentuk bahan bangunan.

Kemudian, untuk tahap penyalurannya, si penerima harus menunjukkan toko bangunan yang akan menyalurkan bantuan ke pihak bank, agar dana yang berasal dari Kemenpera itu langsung ditransfer pihak bank ke rekening pemilik toko bangunan.

Namun, kasus yang kini tengah masuk tahap penyidikan tersebut telah menetapkan seorang tersangka yang berinisial RS, pemilik toko bangunan yang berdomisili di Desa Akar-akar, Kecamatan Bayan.

RS ditetapkan sebagai tersangka karena terindikasi tidak menyalurkan bantuan sesuai petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis), berdasarkan aturan yang dikeluarkan Kemenpera dalam daftar rencana pembelian bahan bangunan (DRPB2). (*)