Puluhan kelompok lebah madu Lombok kesulitan modal

id Lebah Madu

Puluhan kelompok lebah madu Lombok kesulitan modal

Ilustrasi - Petani mengecek rumah lebah madu di Karang Joang, Balikpapan, Kalimantan Timur. (Antara Foto) (1)

"Kami masih kesulitan dari sisi permodalan karena madu yang dijual melalui mitra tidak langsung dibayar"
Mataram (Antara NTB) - Sebanyak 56 kelompok peternak lebah madu di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, kesulitan permodalan untuk mengembangkan usaha, baik untuk kegiatan pemasaran hasil produksi maupun pengadaan pakan.

"Kami masih kesulitan dari sisi permodalan karena madu yang dijual melalui mitra tidak langsung dibayar, melainkan menunggu laku terlebih dahulu dalam jangka waktu beberapa minggu," kata Ketua Asosiasi Madu Rinjani Lombok Utara, Sarifuddin, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa.

Sebanyak 56 kelompok peternak lebah madu di kaki Gunung Rinjani itu, tergabung dalam Asosiasi Madu Rinjani Lombok Utara (Asmarlora). Sejak terbentuk pada 2010, jumlah kelompok hanya 36, namun terus berkembang seiring meningkatnya permintaan pasar.

Sarifuddin mengatakan, seluruh anggota kelompok menjual madu yang diproduksinya ke pengurus asosiasi yang dipercaya memasarkan ke Kota Mataram dan kabupaten/kota lainnya di NTB, serta ke luar daerah.

Namun modal asosiasi masih sangat terbatas untuk membayar secara tunai, sehingga anggota kelompok terpaksa harus menunggu hingga satu bulan baru mendapatkan uang.

Ia mengaku sudah mencoba menanyakan peluang bantuan dari dana tanggung jawab sosial perusahaan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia NTB, selaku lembaga yang menjadi mitra, namun belum membuahkan hasil.

"Saya sudah beberapa kali menanyakan, tapi belum ada peluang," ujar Sarifudin yang ditemui usai mengantar puluhan botol madu ke koperasi Kantor Perwakilan BI NTB.

Jenis madu yang dihasilkan, kata dia, yakni dari lebah Trigona dan Apis Cerana dengan harga Rp135 ribu per botol ukuran 600 mililiter dan Rp60 ribu ukuran botol 200 mililiter.

Setiap anggota kelompok mampu produksi madu setiap bulan dengan volume berbeda-beda, tergantung jumlah sarang lebah yang dimilikinya.

"Kami punya potensi produksi sebanyak 3.000-an botol ukuran 600 mililiter per tahun. Jumlah ini masih kurang dibanding permintaan yang terus bertambah setiap tahun," ujarnya.

Kelompok peternak lebah madu di daerahnya, kata dia, juga terkendala dari sisi ketersediaan pakan berupa bunga-bungaan, terutama pada saat musim hujan.

Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah daerah melalui dinas terkait bisa memfasilitasi pengadaan pakan berupa bunga matahari dan polibag untuk media tanam di pekarangan agar sumber makanan lembah tetap tersedia pada saat musim hujan.

"Bibit bunga matahari yang dibutuhkan cukup banyak untuk 56 kelompok, belum kebutuhan untuk peternak yang belum masuk jadi anggota kelompok," ujar Sarifuddin. (*)