Mahasiswa Unram olah sampah organik jadi pewarna alami 'totebag'

id Unram,Universitas Mataram,Totebag,Tas Jinjing,Mataram,Mahasiswa Unram olah sampah organik,olah sampah organik jadi pewar

Mahasiswa Unram olah sampah organik jadi pewarna alami 'totebag'

Mahasiswa Universitas Mataram (Unram), Nusa Tenggara Barat (NTB), mengolah sampah organik pasar sebagai bahan dasar pewarna alami pada tas jinjing atau "totebag".

keinginan berkontribusi pada program unggulan "zero waste" dari pemerintah daerah NTB serta keprihatinan melihat kondisi lingkungan terutama di Kota Mataram
Mataram (ANTARA) - Mahasiswa Universitas Mataram (Unram), Nusa Tenggara Barat (NTB), mengolah sampah organik pasar sebagai bahan dasar pewarna alami pada tas jinjing atau "totebag".

"Kami menyebutnya Kalimbo, yakni totebag ramah lingkungan dengan pewarna alami dari sampah pasar yang kami olah sendiri," kata Sahidi, ketua tim Kalimbo saat ditemui, Rabu.

Sahidi menyebutkan idenya bermula dari keinginannya berkontribusi pada program unggulan "zero waste" dari pemerintah daerah NTB serta keprihatinan melihat kondisi lingkungan terutama di Kota Mataram yang semakin tercemar oleh sampah.

"Setiap harinya, Kota Mataram menghasilkan 1.432 meter persegi sampah, dengan 65 persen adalah sampah organik,"

"Sampah organik khususnya dari sayuran dan buah-buahan ini, memiliki senyawa kimia yang bisa dimanfaatkan sebagai pewarna alami," tambahnya.

Mahasiswa pendidikan kimia ini menyebut selain pada pewarnaannya, Kalimbo juga memiliki keunikan lain, yakni penggunaan kerajinan khas Lombok berupa rumput ketak sebagai aksesoris untuk meningkatkan estetika dari tampilan tas.

"Kalimbo ini kan akronim dari ketak dan limbah organik, jadi selain menggunakan pewarna alami, kami juga ingin menonjolkan unsur kedaerahan Lombok disitu," katanya.

Bersama dengan keempat rekannya, yaitu Aida Erliani, Fitra Muazzasari, Widia Aprilia dan Adrial Surya Agung, mereka menyebut dengan semakin banyaknya peminat tas Kalimbo, maka bertambah banyak lagi sampah organik yang dapat mereka kurangi.

"Berdasarkan analisis kami, dalam sekali produksi kami membutuhkan 128 kilogram sampah organik untuk pewarnaan pada 65 totebag," katanya.

Ke depannya mereka akan terus melakukan riset mendalam lagi terhadap jenis sampah organik apa saja yang dapat menghasilkan ekstra warna, sehingga Kalimbo memiliki varian warna yang lebih beragam lagi.

Selain itu, mereka berharap produk Kalimbo tidak hanya dapat dijual melalui media sosial saja, tapi juga dapat menjadi "merchandise" di beberapa toko oleh-oleh yang ada di Pulau Lombok.