Banda Aceh (ANTARA) - Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) sekaligus Flower Aceh Foundation, Suraiya Kamaruzzaman mengatakan bahwa pengelolaan perhutanan sosial di Aceh belum setara gender, di mana perempuan masih harus berjuang untuk mendapatkan akses partisipasinya.
"Hanya sekitar 22 persen atau 255 dari 1.181 orang pendamping yang merupakan perempuan, dan hanya sekitar 13 persen atau 141.819 dari 1.076.014 perempuan yang tercatat menerima SK Persetujuan Perhutanan Sosial," kata Suraiya Kamaruzzaman, di Banda Aceh, Rabu.
Kepala Pusat Riset Perubahan Iklim USK Banda Aceh itu menyampaikan, berdasarkan data badan perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan wilayah sulawesi tahun 2021 menyebutkan, dari 168 kelompok perhutanan sosial hanya ada dua kelompok usaha perhutanan sosial tingkat silver yang dipimpin perempuan.
"Dari ratusan yang pemimpinnya perempuan cuma dua kelompok di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, mereka pegiat sutra, pelaku ekonomi, dan pelestari budaya," ujarnya.
Kemudian, berdasarkan analisis gender secara akses, fakta dilapangan menunjukkan bantuan nonmaterial untuk program peningkatan KUPS lebih banyak diakses laki-laki, hal itu karena masih adanya stigma negatif terhadap perempuan.
"Perempuan dianggap pemalu, kecerdasannya di bawah laki-laki, tidak pandai mengelola program sehingga akses perempuan untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia sangat terbatas," katanya.
Suraiya menuturkan, perempuan telah berpartisipasi cukup baik meskipun diwakili oleh pengurus inti, bahkan beberapa keanggotan kelompok perhutanan sosial didominasi oleh perempuan. Namun, peningkatan kapasitas perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki dalam pelatihan e-learning dan studi banding.
Kata dia, dari data Badan Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Sulawesi tahun 2021, perempuan juga masih terbatas perannya dalam hal kontrol. Beberapa KUPS memang telah dipimpin oleh perempuan, tetapi rasionya 2:9 (perempuan:laki-laki).
"Akibatnya program KUPS secara skema tidak membedakan manfaat yang diberikan berdasarkan jenis kelamin," ujarnya.
Baca juga: Api di kawasan Mongkrang Gunung Lawu Jateng padam
Baca juga: Project Management Opfiice tingkatkan produksi kopi rakyat di Jateng
Untuk itu, dirinya mendorong kepada pemerintah dan stakeholder agar memastikan perempuan memiliki akses yang setara terhadap sumber daya hutan dan hak-hak kepemilikan yang jelas.
"Kemudian, mengadopsi pendekatan yang komprehensif terhadap gender dan inklusi perencanaan, implementasi, serta pemantauan proyek perhutanan sosial dengan memahami kebutuhan, peran, dan kontribusi unik dari perempuan," demikian Suraiya.
Berita Terkait
Sebanyak 93 imigran etnis Rohingya mendarat di Aceh Timur
Kamis, 31 Oktober 2024 12:27
Persiraja pastikan pertahankan pelatih kepala Akhyar Ilyas
Rabu, 30 Oktober 2024 21:18
Menguak kasus perdagangan orang di balik kedatangan Rohingya
Rabu, 30 Oktober 2024 13:50
Persiraja menggunakan Stadion H. Dimurthala ketika jamu PSMS
Kamis, 24 Oktober 2024 5:58
Polda NTB ungkap kasus penyelundupan 4,9 kilogram sabu dan 5.000 pil ekstasi
Rabu, 23 Oktober 2024 15:48
Gempa Aceh dipicu aktivitas Sesar Besar segmen barat-Andaman
Senin, 21 Oktober 2024 6:55
Aceh flood: Govt provides Rp592 mln in disaster aid
Selasa, 15 Oktober 2024 4:39
Empat tanggul jebol di Aceh Tenggara dalam proses perbaikan
Sabtu, 12 Oktober 2024 3:56