Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Kehutanan Universitas Al-Azhar Jakarta Sadino mengatakan Satu Peta Kehutanan dapat menjamin kepastian hukum dan membuka peluang investasi menyusul penerbitan Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Perpres itu dinilai sebagai langkah positif pemerintah dalam memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit dengan tetap memperhatikan aturan yang sudah ada.
“Sehingga, pemerintah diharapkan membuat satu peta kehutanan yang bisa menjadi dasar pembuatan kebijakan secara nasional. Tanpa satu peta nasional, regulasi ini justru berisiko menimbulkan ketidakpastian hukum yang ujungnya akan mengganggu iklim investasi,” kata Sadino dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, pembenahan tata kelola memang penting, terlebih, Indonesia memiliki sejumlah undang-undang terkait seperti UU Perkebunan, UU Kehutanan, dan lainnya.
Baca juga: Pakar hukum: Perlu evaluasi efektivitas pencegahan pelecehan seksual
Ia menilai tata kelola kebun sawit dan kawasan hutan yang tidak dibarengi dengan kepastian hukum justru dapat menimbulkan keraguan di kalangan pelaku usaha dan menghambat investasi.
Untuk itu, Sadino menekankan perlunya satu peta nasional sebagai referensi utama kebijakan lintas sektor.
“Tanpa satu peta yang disepakati bersama, akan terus terjadi tumpang tindih kewenangan dan ketidakpastian hukum, terutama terkait status kawasan hutan dan hak atas tanah,” ujar dia.
Sadino pun mengingatkan jika peraturan terus berubah tanpa menyelesaikan akar persoalan, maka ketidakpastian hukum itu berdampak besar pada minat investasi dan semangat investasi, termasuk ekspansi usaha.
“Pelaku usaha kelelahan menghadapi pemeriksaan dan perubahan aturan yang terus menerus. Mereka akhirnya enggan untuk ekspansi karena tidak yakin lahannya aman secara hukum,” jelasnya.
Baca juga: Vonis banding 20 tahun penjara Harvey Moeis dinilai terlalu berat, kata pakar hukum
Di sisi lain, Kepala Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Pancasila Agus Surono berharap pemerintah mempelajari dampak pelaksanaan perpres tersebut terhadap hak-hak masyarakat di sekitar hutan, kepastian hukum atas status kawasan hutan, perlindungan fungsi ekologis hutan, hingga potensi legalisasi pelanggaran kehutanan yang terjadi di masa lalu.
“Lahan yang dijadikan kawasan hutan diharapkan benar-benar clear melalui pengukuhan yang tepat, demi menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat sekitar serta menjaga keberlanjutan ekosistem hutan Indonesia,” kata Agus.
