Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Bima, Nusa Tenggara Barat, mengeksekusi putusan Mahkamah Agung terkait penahanan dua dari tiga terpidana korupsi pemotongan dana bantuan sosial untuk korban kebakaran tahun 2020.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Debi F. Fauzi melalui sambungan telepon dari Mataram, Selasa, membenarkan bahwa pihaknya melaksanakan perintah putusan tersebut dengan menempatkan kedua terpidana di Lapas Kelas IIA Lombok Barat.
"Jadi, kedua terpidana sekarang menjalani penahanan di Lapas Lombok Barat," kata Debi.
Dua terpidana tersebut adalah Sukardin dan Ismud. Dalam perkara ini Sukardin berperan sebagai pihak pendamping penyaluran dana bansos, sedangkan Ismud merupakan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Bima.
Untuk terpidana satu lagi, yakni Andi Sirajudin yang berperan sebagai Kepala Dinas Sosial Bima, Debi mengatakan bahwa pihaknya masih mengupayakan agar terpidana hadir memenuhi surat panggilan eksekusi.
"Terpidana (Andi Sirajudin) sudah kami panggil untuk melaksanakan eksekusi, jadi kami masih menunggu kehadiran yang bersangkutan," ujarnya.
Terkait hal tersebut, penasihat hukum Andi Sirajudin, Abdul Hanan mengabarkan bahwa kliennya saat ini sedang dalam masa penyembuhan dari penyakit gula darah dan ginjal.
Hanan mengatakan bahwa pernyataan resmi yang menyebutkan Andi Sirajudin mengidap penyakit tersebut sudah tersampaikan ke pihak kejaksaan dengan menyertakan surat hasil pemeriksaan kesehatan dan uji laboratorium dari Rumah Sakit Biomedika Mataram.
Dengan menyerahkan surat tersebut, Hanan meminta agar pihak kejaksaan menunda eksekusi penahanan sampai kondisi kesehatan kliennya sehat.
"Tetapi, kalau memang mau tetap memaksakan eksekusi, enggak apa-apa, silakan," ujarnya.
Agenda eksekusi penahanan ini merupakan tindak lanjut Kejari Bima menerima petikan putusan kasasi dari Mahkamah Agung.
Dalam petikan putusan, Hakim Mahkamah Agung mengubah putusan pengadilan tingkat pertama yang membebaskan ketiga terdakwa dari seluruh tuntutan jaksa.
Hakim Mahkamah Agung mengubah putusan tersebut dengan mengadili sendiri perkara milik ketiga terdakwa dan menjatuhkan pidana hukuman selama 1 tahun penjara serta denda Rp50 juta subsider 1 bulan kurungan badan.