Jakarta (ANTARA) - Staf bidang penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rafika Zulfa mengatakan pola konsumsi masyarakat terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) harus diatur, salah satunya dengan adanya pengenaan cukai pada produk tersebut sebagai upaya perlindungan konsumen.
“Tentu diperlukan instrumen yang bisa lebih mengontrol pola konsumsinya, salah satunya dengan diberlakukannya cukai minuman berpemanis dalam kemasan secepatnya di tahun ini,” kata Rafika saat dihubungi ANTARA, Senin.
Rafika mengatakan, pengenaan cukai pada produk minuman manis dalam kemasan bisa menjadi cara untuk mengatur pola konsumsi masyarakat. Selain perlindungan konsumen dengan kebijakan fiskal dengan cukai, upaya lainnya adalah dengan kebijakan non fiskal seperti peningkatan edukasi promosi kesehatan, dan regulasi mengenai pelabelan yang lebih informatif kepada masyarakat luas.
Ia juga menyebut YLKI mendukung adanya Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2024 yang mengatur batasan konsumsi minuman tinggi gula dalam kemasan. Peraturan ini diharapkan menjadi langkah yang bisa mengatur pola konsumsi masyarakat dan produksi pelaku usaha.
“Selain adanya PP yang mengatur, hal yang tidak kalah penting adalah upaya pengawasan pelaksanaan oleh pemerintah dan lembaga terkait untuk bisa memastikan apakah regulasi tersebut sudah dilaksanakan sesuai dengan semestinya,” katanya.
Rafika mengatakan pengawasan perlu dilakukan untuk memastikan apakah pola konsumsi masyarakat dan produk barang yang beredar di pasaran sudah sesuai dengan PP tersebut atau belum. Hal ini untuk mencegah angka kejadian diabetes yang semakin tinggi.
Selain itu, pengawasan di lapangan juga harus digencarkan dengan pemberian label pada kemasan sebagai petunjuk kepada konsumen untuk bisa memberikan informasi yang sebenar-benarnya terhadap suatu produk yang mereka gunakan.
Rafika menyebut dengan adanya informasi detail mengenai kandungan gizi yang ada pada suatu produk harapannya bisa membuat masyarakat lebih mudah untuk menentukan pilihan yang lebih sehat dan baik untuk mereka konsumsi.
Selain peraturan tertulis, aksi nyata juga harus dilakukan pemerintah kepada masyarakat secara langsung dalam upaya melindungi konsumen dari penyakit akibat konsumsi gula berlebihan lewat edukasi advokasi digital melalui media massa agar informasi bisa menyebar luas.
“Edukasi yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif, dilakukan secara terus menerus dalam upaya memberikan informasi yang luas kepada konsumen mengenai dampak secara langsung dan tidak langsung dari minuman berpemanis dalam kemasan,” katanya.
Baca juga: YLKI: Belum ada keluhan isi daya kendaraan listrik selama Lebaran 2024
Baca juga: YLKI minta perusahaan AMDK pastikan labelnya tidak diperjualbelikan
Hal itu juga yang gencar dilakukan YLKI dalam memberikan advokasi dan sosialisasi secara aktif ke masyarakat, melalui media sosial YLKI dan kegiatan offline kepada konsumen yang ada di beberapa kota besar di Indonesia dan melibatkan para pakar dan ahli dari bidang kesehatan.
Selain dari segi kesehatan, juga dilibatkan pakar ekonomi keuangan untuk memberi edukasi mengenai urgensi cukai MBDK, serta survei nasional yang dilakukan YLKI mengenai perilaku konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan dan kesehatan masyarakat di Indonesia.