Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo Irhamna berharap pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka nantinya memprioritaskan pembangunan teknologi dalam negeri sebagai syarat utama hilirisasi.
Dalam webminar yang diikuti dari Jakarta, Minggu, Ariyo Irhamna menilai bahwa saat ini, fokus pemerintah dalam upaya hilirisasi industri manufaktur dan agrikultur masih tertuju pada eksploitasi sumber daya alam dibandingkan pengembangan teknologi.
“Sebagai contoh, pemerintah sering memaparkan terkait hilirisasi nikel yang produk hilirnya adalah baterai. Jadi, baterai itu memiliki nilai tambah tinggi itu bukan karena nikel saja seperti yang sering pemerintah sampaikan,” ucapnya.
Menurut dia, nilai tambah dari nikel terbentuk karena komoditas tersebut diproses lebih jauh menggunakan teknologi bersama mineral lainnya sehingga mampu menghasilkan listrik dan menyimpan energi dalam bentuk baterai yang kemudian digunakan untuk kendaraan listrik.
“Saat ini, saya menangkap pemerintah fokusnya pada nikelnya, masih fokus pada sumber daya alamnya. Saya berharap ke depan Pak Prabowo dan Mas Gibran fokusnya adalah penguatan teknologi,” ujar Ariyo.
Ia mengatakan bahwa kini syarat untuk menjadi sebuah negara maju tidak hanya memiliki teknologi, tapi juga menguasainya. Namun, ia menilai terdapat inkonsistensi dari kebijakan pemerintah dalam hilirisasi karena enam kementerian yang mengurus hilirisasi mendapatkan alokasi anggaran yang lebih sedikit dalam RAPBN 2025 dibandingkan outlook belanja pemerintah pada 2024.
Enam kementerian tersebut adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Investasi.
Baca juga: Perubahan teknologi jadi tantangan indonesia ke depan
Baca juga: Ikatan Alumni ITS rekomendasi pembangunan Indonesia
Ariyo mengatakan bahwa hal yang sama terjadi pada pembangunan infrastruktur, yang ditandai dengan menurunnya anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Perhubungan.
“Kemudian, prioritas yang kedua adalah infrastruktur. Di sini nasibnya sama seperti hilirisasi, menjadi prioritas, namun anggaran kementerian yang menangani infrastruktur turun sangat signifikan,” katanya.