TGB: hoaks membuat anak bangsa saling membenci

id Dr TGB,Zainul Majdi,Penyebaran Hoaks,Youth Conference,Kupang NTT

TGB: hoaks membuat anak bangsa saling membenci

Ulama kondang asal Nusa Tenggara Barat Dr H Muhammad Zainul Majdi atau lebih dikenal Tuan Guru Bajang (TGB), menjadi narasumber Youth Conference Kupang 2018, di Kupang, Nusa Tenggara Timur. (ist)

Nilai agama dan nilai budaya, kalau diaktifkan itu akan jadi filter
Mataram (Antaranews NTB) - Ulama ternama dari Nusa Tenggara Barat Dr H Muhammad Zainul Majdi atau dikenal Tuan Guru Bajang (TGB) menyatakan berita bohong (hoaks) yang disebar melalui berbagai media membuat anak bangsa saling membenci.

"Nilai agama dan nilai budaya, kalau diaktifkan itu akan jadi filter. Kita akan enggan menyebarkan hoaks yang berlawanan dengan agama dan budaya," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Mataram, Selasa.

Pernyataan tersebut disampaikannya ketika menjadi narasumber Youth Conference Kupang 2018, di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Acara yang diselenggarakan Oxfam tersebut bertemakan "Kabar Bohong dan Ujaran Kebencian Tidak Keren, Anak Muda Bersama Melawan Kabar Bohong dan Ujaran Kebencian Untuk Indonesia Damai".

Di hadapan ratusan anak muda seluruh Indonesia, TGB mengatakan untuk menyelesaikan hoaks bisa menggunakan instrumen kultural.

Pola tersebut pernah diterapkan di NTB, ketika dilanda pertikaian dan polisi kesulitan melakukan penanganan meskipun sudah menerapkan pendekatan struktural legal.

"Ada semacam balai mediasi yang dibentuk di NTB. Jika ada perselisihan tidak sampai ke aparat, tapi dipakai mediator yang disepakati adat. Upaya tersebut terbukti berjalan lancar," ujarnya.

Mengenai hoaks, lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir tersebut memiliki pandangan bahwa Indonesia terdiri dari banyak pulau dengan beragama suku dan bahasa.

Keragaman tersebut menjadi "intangible" aset yang tidak terlihat. Itu lah yang menyatukan Indonesia dan merekatkan persaudaraan.

"Saling menghormati, saya orang Lombok muslim tapi saya bersaudara dengan yang Hindu dari Bali dan yang kristen asal NTT," ujar TGB yang pernah menjabat sebagai Gubernur NTB dua periode.

Menurutnya hoaks sangat berbahaya dan sering membuat anak bangsa jauh dan saling membenci. Padahal semua orang tak pernah dibesarkan dengan saling benci dan mereka pada dasarnya bersaudara.

"Adik-adik rela Indonesia melemah. Rela tidak batinnya saling jauh?. Kalau saya tidak rela," ucap TGB.

Cucu pendiri Nahdlatul Wathan itu menambahkan setelah mendiagnosa dan tahu persentase tentang hoak, harus dipikirkan apa yang harus dilakukan.
 
Upaya yang harus dilakukan anak muda untuk meredamnya, yakni membangun aliansi kebaikan, memahami etika politik, dan ikuti yang baik. Dan perlu mengecek dengan baik berbagai informasi yang diperoleh dengan berbagai instrumen.

"Seperti ada guna tidak untuk orang lain. Ada hal yang kurang bermanfaat tidak usah disebar, ada yang buat keresahan sosial, itu harus dipikir," katanya.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi Pos Kupang, Dion DB Putra menyebutkan, digitalisasi membuat semua bermain dengan smartphone. Pengalaman yang diperoleh melalui kegiatan ini adalah sesuatu yang virtual, interaktif dan bisa diviralkan.

"Dahulu, media diproduksi oleh media. Hari ini tidak begitu. Semua sekarang bisa jadi produsen, distributor sekaligus konsumen," katanya.

Data Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), tercatat 27 persen hoaks berkaitan tentang kesehatan. Apa pun diperintahkan akan dipercaya.

Kedua adalah berita bohong tentang politik sebesar 22 persen, dan persaingan bisnis serta lainnya sebesar 15 persen.

"Makanya media mainstream sebagai pembanding," ucap Dion.

Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Jules Abraham Abast menambahkan, dari data berita hoaks disebarkan orang dapat dipercaya 48 persen, mengira bermanfaat 31 persen, 18 persen mengira benar, dan 3 persen tahu namun tetap dibagi kepada orang lain.

"Makanya polisi tidak hanya mengawasi dunia nyata, tetapi dunia maya juga diawasi secara ketat," katanya. (*)