PBNU: Ujian nasional perlu integrasikan pendidikan lokal dengan global

id PBNU,ujian nasional,kementerian pendidikan dasar menengah,kemendikdasmen,evaluasi belajar

PBNU: Ujian nasional perlu integrasikan pendidikan lokal dengan global

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf memberikan pemaparan dalam acara Ngopi Bareng Gus Yahya dengan Sahabat Media di Gedung PBNU, Jakarta, Jumat (3/1/2025). Kegiatan tersebut membahas refleksi awal tahun 2025 serta respons terhadap berbagai isu terkini, termasuk kenaikan PPN menjadi 12 persen, rencana pemberlakuan kembali Ujian Nasional, dan penghapusan ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold). ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/nym. (Muhammad Ramdan)

Jakarta (ANTARA) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mengatakan, satu hal yang perlu dipertimbangkan terkait sistem evaluasi hasil belajar tingkat nasional atau ujian nasional adalah integrasi seluruh sistem pendidikan domestik dengan pendidikan internasional.

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf di Jakarta, Jumat, mengatakan hal tersebut sebagai responnya tentang wacana kembalinya ujian nasional.

Dia mencontohkan, dari pengalaman para siswa, baik yang di sekolah negeri, swasta, bahkan yang dikelola NU, ketika ingin mendaftar universitas di luar negeri, masih harus mengejar standar yang ditetapkan di negara tujuan.

"Karena sekolah-sekolah yang kita miliki ini lulusannya ternyata beda-beda. Di sini kita harus buat seleksi dulu supaya kita ketemu dengan kualitas lulusan yang standar, dan ketika dibawa ke sana ternyata di sana juga masih harus disesuaikan dulu," katanya.

Baca juga: Kebijakan UN habiskan anggaran dan energi

Gus Yahya menambahkan, NU mengalami hal tersebut ketika berkomunikasi dan berkolaborasi dengan berbagai lembaga pendidikan tinggi internasional. Menurutnya, hal ini adalah isu nyata yang perlu turut dipikirkan, selain dari pengelolaan lebih lanjut dalam penyempurnaan bentuk ujian tingkat nasional tersebut.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan pada Selasa (31/2/2024) bahwa sistem evaluasi belajar yang baru nanti telah mempertimbangkan berbagai pengalaman dalam penyelenggaraan ujian-ujian serupa di masa lalu serta dalam belajar mengajar.

Baca juga: Wacana Ujian Nasional untuk diadakan kembali kian menguat

Abdul Mu'ti menyebutkan, evaluasi hasil belajar berubah nama dan fungsi dari masa ke masa, contohnya Ujian Penghabisan, kemudian Ujian Negara yang diikuti sekolah swasta agar ijazahnya diakui. Kemudian, ada evaluasi belajar tahap akhir nasional (EBTANAS), yang kemudian digantikan oleh Ujian Nasional yang sekaligus menjadi penentu kelulusan murid.

Setelah dievaluasi, katanya, Ujian Nasional tidak lagi jadi penentu kelulusan, tetapi kemudian ada Ujian Sekolah Berstandar Nasional.

"Kelulusan itu tidak ditentukan dari ujian nasional, tapi ditentukan dari ujian sekolah. Karena, menurut undang-undang yang punya kewenangan untuk menentukan lulusan tidak lulus itu adalah satuan pendidikan," katanya.
Baca juga: Kemendikbud memastikan UN diganti apapun yang terjadi

Selain itu, ada asesmen nasional (AN) yang berbasis komputer, dengan format sampling dan tidak menjadi penentu kelulusan. Namun, banyak pihak yang menilai sistem evaluasi belajar itu belum memadai mengingat sifatnya yang berupa sampling, salah satunya tim Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi yang butuh hasil belajar yang sifatnya individual.

Abdul Mu'ti juga menyoroti isu belajar mengajar, yakni soal rapor, yang dinilai sarat subyektivitas, terlihat dari banyaknya guru yang menaikkan nilai para siswa.