Kementerian ESDM bahas tantangan panas bumi

id Kementerian esdm,Eniya listiani dewi,Panas bumi,Pltp,Pltp blawan ijen,Pembangkit listrik tenaga panas bumi,Esdm,Ebt

Kementerian ESDM bahas tantangan panas bumi

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi di Bondowoso, Jawa Timur, Kamis (26/6/2025). (ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)

Bondowoso, Jawa Timur (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal membahas tantangan dan masalah terkait panas bumi pada revisi Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2017.

“Kita mau debottlenecking seluruh problem Panas Bumi nanti di revisi Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2017,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi di Bondowoso, Jawa Timur, Jumat.

“Ini minggu depan kita public hearing, apa nih dari pengusaha, dari ini kita dengarkan apa sih problem-problemnya, lalu nanti kita bahas lagi,” ujarnya menambahkan. Eniya menilai revisi dari peraturan pemerintah harus cepat demi mempermudah proses investasi dari panas bumi.

Adapun beberapa hal penting pada revisi ini nantinya, antara lain terkait prosedur lelang WKP (Wilayah Kerja Panas Bumi) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan hak kepada badan usaha untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi di suatu wilayah tertentu.

Lelang WKP bertujuan untuk mendorong investasi di sektor panas bumi, meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), serta mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada tahun 2025, menurut Kementerian ESDM.

Baca juga: Ditjen EBTKE: perluasan PLTP Ulumbu di Manggarai sangat diperlukan

“Poin utama terkait lelang WKP, yang sekarang sudah bisa online. Selama ini lelang biasa, berikutnya lelang online,” kata Eniya.

Selain itu, Eniya juga menyinggung soal kemungkinan adanya revisi harga listrik yang akan dibahas pada revisi Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2022.

“Kalau harga listrik, revisi Perpres 112 sedang kita siapkan apakah memang perlu semuanya revisi atau tidak. Terus kalau saat ini panas bumi sudah mulai banyak yang ingin investasi, ya, jadi geliatnya mulai terbangun,” jelas Eniya.

Baca juga: Pertamina meningkatkan kapasitas pembangkit panas bumi

“Lalu insentifnya kita baru perhitungkan, kalau IRR (Internal Rate of Return) sekarang itu rata-rata kan di bawah 10 (persen). Kalau paling enggak mencapai 10 atau 11 persen, apa yang harus dihilangkan? Nah itu nanti (dibahas) di PP 7. Studi dari UGM kemarin sudah ada, nanti kita telaah lagi,” imbuhnya.

Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.