Kuala Lumpur (ANTARA) - Tiga anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) mendatangi KBRI Kuala Lumpur untuk mengetahui duduk persoalan isu klaim tari Pendet Bali sekaligus melihat kondisi TKI di Malaysia.
Ketiga anggota DPD itu ialah Aida Ismet Abdullah dari Kepulauan Riau, Parlindungan Purba dari Sumatera Utara, dan Eni Khairani dari Bengkulu bertemu dengan Dubes RI Da'i Bachtiar, Presdir KRU Sdn Bhd Norman Abdul Halim, dan atase tenaga kerja Teguh H Cahyono, di KBRI, Kamis.
Usai bertemu dengan Dubes dan Presdir KRU Norman, yang membuat enam film dokumenter Enigmatic Malaysia, Parlindungan mengatakan, ternyata selama ini yang diberitakan di Indonesia itu salah. "Tidak betul pemerintah Malaysia mengklaim tari pendet sebagai karya seninya. Tidak betul tari Pendet itu menjadi promosi pariwisata Malaysia," katanya.
Setelah mendengarkan informasi dari Dubes RI dan produsen Enigmatic Malaysia, yang diributkan itu hanyalah promosi program tayang Discovery Channel yang menyisipkan tari Pendet Bali untuk film dokumenter Enigmatic Malaysia. "Itu pun yang buatnya Discovery Channel sendiri," katanya.
"Ini adalah pembelajaran bagi rakyat Indonesia untuk tidak reaktif. Pelajari dan bertanya lebih dulu tentang inti persoalannya sebelum menuduh," kata Parlin yang terpilih kedua kalinya sebagai anggota DPD Sumut.
Aida dan Eni juga ternyata kecewa apa yang diributkan dan dituduhkan di Indonesia mengenai Malaysia mengklaim tari Pendet ternyata salah.
"Setelah kami datang ke sini, pelayanan KBRI terhadap TKI dan TKW jauh lebih bagus, walaupun sejumlah persoalan masih lagi harus diselesaikan, misalkan revisi MOU tahun 2006 tentang rekrutmen dan penempatan TKI di Malaysia," kata Aida, istri gubernur Kepri Ismet Abdullah.
Dengan kesepakatan awal antara pemerintah Indonesia-Malaysia mengenai paspor yang boleh dipegang TKI, pembantu dapat libur satu hari per minggu, ada gaji minimal dan ada komite yang monitor implementasi MOU, ini sudah kemajuan besar bagi kondisi kerja PRT, kata Aida. (*)