Mataram (ANTARA) - Kehadiran industri tambang di Nusa Tenggara Barat (NTB) selalu membawa dua wajah: peluang dan tantangan. Di satu sisi, tambang membuka lapangan kerja, mendukung pembangunan daerah, dan memperkuat perekonomian. Di sisi lain, ia kerap dituding meninggalkan kerusakan lingkungan dan memperlebar ketimpangan sosial.
Karena itu, konsep tanggung jawab sosial (CSR) yang berkelanjutan mutlak dijalankan. Pertambangan tidak boleh hanya berhenti pada aktivitas produksi, tetapi juga harus melahirkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
CSR tambang semestinya tidak berhenti pada bantuan sesaat, melainkan membangun fondasi peradaban. Pendidikan dan kesehatan menjadi sektor prioritas. Program beasiswa, sekolah vokasi, pelatihan keterampilan, hingga layanan air bersih adalah contoh investasi sosial yang nyata.
Di Sumbawa Barat, program vokasi yang didukung perusahaan tambang memberi jalan bagi pemuda untuk memperoleh keterampilan mekanik dan teknik. Banyak di antara mereka kini bekerja di sektor formal atau membuka usaha sendiri. Sementara itu, jaringan air bersih di desa lingkar tambang juga memberi ruang lebih besar bagi ibu rumah tangga untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga.
Tambang tanpa tanggung jawab lingkungan akan meninggalkan luka panjang. Karena itu, praktik tambang di NTB dituntut menjalankan rehabilitasi lahan, konservasi air, serta perlindungan ekosistem pesisir.
Sejumlah inisiatif telah berjalan. PT Amman Mineral Nusa Tenggara, misalnya, menerapkan rehabilitasi lahan pasca-tambang dan konservasi mangrove bersama masyarakat. Upaya ini memberi pesan bahwa bekas tambang tidak boleh hanya berupa lubang gersang, melainkan bisa diwariskan kembali sebagai ruang hidup baru.
Namun, jalan menuju keberlanjutan masih panjang. Rehabilitasi butuh puluhan tahun, sementara kesadaran masyarakat untuk menjaga alam juga perlu terus diperkuat.
Tanggung jawab sosial tambang tidak akan berhasil jika hanya dijalankan sepihak oleh perusahaan. Kolaborasi dengan pemerintah daerah, akademisi, masyarakat, hingga media menjadi kunci.
Ketika program air bersih direncanakan dan dirawat bersama warga, fasilitas itu lebih terjaga. Ketika pelatihan vokasi melibatkan sekolah dan kelompok masyarakat, hasilnya tidak berhenti pada sertifikat, tetapi keterampilan yang benar-benar berguna. Kolaborasi inilah yang membangun rasa memiliki dan memastikan program bertahan jangka panjang.
Tambang adalah kenyataan di NTB. Tetapi wajah yang akan ditinggalkan bisa berbeda, apakah lubang-lubang bekas galian, atau harapan baru berupa masyarakat yang sejahtera dan lingkungan yang lestari.
Tanggung jawab sosial yang berkelanjutan adalah jalan tengah yang harus ditempuh. Ia menuntut konsistensi, transparansi, dan partisipasi semua pihak. Jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, tambang bukan lagi sekadar cerita tentang emas dan tembaga, melainkan juga tentang manusia, alam, dan masa depan NTB yang lebih bermartabat.
Baca juga: Tajuk: Hilirisasi garam NTB, Tantangan atau peluang?
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Garasi jadi paripurna, Aspirasi jangan terbakar lagi
Baca juga: Tajuk: MotoGP Mandalika 2025: Saatnya NTB berbenah di luar lintasan
Baca juga: Tajuk: Tambang NTB, Saatnya berhenti main mata
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Dana pokir, integritas dewan dan pelajaran dari gedung yang terbakar
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Temu Bisnis 2025, NTB mantapkan diri jadi rumah investasi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Spirit Maulid di tengah bara sosial
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Gudang penyimpan, harapan baru untuk petani bawang merah NTB
Baca juga: Tajuk: NTB, Wajah Ramah Indonesia untuk wisata dunia
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Merawat bangsa dengan damai, Mencari solusi bersama
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Membaca makna dibalik api DPRD NTB
