Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) yang berasal dari dana pokok pikiran (pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Mataram tahun anggaran 2023.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB Kombes Pol. Fx. Endriadi melalui pesan singkat aplikasi WhatsApp di Mataram, Senin, mengatakan penghitungan kerugian keuangan negara melalui lembaga auditor ini menjadi bagian dari penguatan alat bukti pidana dalam penanganan kasus korupsi.
"Penyidik sekarang menunggu hasil penghitungan kerugian keuangan negaranya," kata Kombes Endriadi.
Penghitungan kerugian keuangan negara ini, jelas dia, merupakan tindak lanjut hasil ekspose yang telah meningkatkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan.
Baca juga: Polda NTB bongkar dugaan korupsi bansos pokir DPRD Mataram
Meskipun tidak menjelaskan tentang dugaan korupsi yang muncul dalam perkara ini, namun Dirreskrimsus Polda NTB meyakinkan bahwa penyidik telah menemukan sedikitnya dua alat bukti pidana.
Dugaan korupsi penyaluran bansos yang bersumber dari dana pokir DPRD Mataram ini juga tercatat tengah berjalan di Kejari Mataram. Kejaksaan menangani dugaan korupsi untuk penyaluran tahun 2022.
Dalam perkembangan penanganan di kejaksaan, kasus dugaan korupsi bansos dana pokir juga tercatat sudah masuk tahap penyidikan. Kejaksaan kini berkoordinasi dengan lembaga audit guna menelusuri kerugian.
Baca juga: Korupsi pokir DPRD Mataram Rp6 miliar siap diekspose kejaksaan
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Mataram Mardiono sebelumnya membeberkan modus perbuatan pidana korupsi yang muncul dalam penyaluran bansos pokir DPRD Mataram dengan nilai mencapai Rp92 miliar. Suntikan dana tersebut berasal dari dana bagi hasil cukai-hasil tembakau (DBHC-HT).
"Modusnya, banyak kelompok fiktif dan yang baru terbentuk. Ada juga kelompok, setelah dapat bantuan, tidak berusaha lagi. Ada juga pemotongan (penyaluran)," kata Mardiono.
Menurut kajian kejaksaan, modus tersebut bermuara pada pelaksanaan di Dinas Perdagangan Kota Mataram yang diduga menyalurkan tidak sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
Salah satu indikasi pidananya berkaitan dengan tidak dilakukan survei terlebih dahulu terhadap para kelompok penerima bantuan.
Baca juga: Kejari Mataram lengkapi petunjuk BPKP terkait korupsi pokir dewan Rp6 Miliar
Dari hasil penelusuran kejaksaan, nominal bansos yang disalurkan kepada kelompok penerima cukup bervariasi. Mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp50 juta. Ada untuk kelompok, juga perorangan.
"Yang Rp50 juta justru ada yang terima dari perorangan," ucap Mardiono.
Dengan menemukan hasil tersebut, Mardiono melihat ada unsur pembiaran. Tidak adanya bentuk pengawasan sehingga membuat unsur pelanggaran pidana dalam penyaluran bansos ini muncul.
"Pemberian bansos terserah anggota dewan, siapa yang mau dikasih. Permohonannya di dewan. Disdag hanya menyalurkan," katanya.
Lebih lanjut, Mardiono menerangkan bahwa penanganan kasus ini sudah berjalan di tahap penyidikan. Upaya penguatan alat bukti dari sisi kerugian negara menjadi catatan terakhir dalam perkembangan penyidikan.
