Mataram (ANTARA) - Setiap dini hari di Gerung, Lombok Barat, deru kendaraan memecah sunyi. Pikap-pikap penuh hasil bumi bergerak perlahan ke arah timur, sebagian menuju Pelabuhan Kayangan di Lombok Timur. Jalan nasional yang membentang dari Mataram hingga Kayangan seolah menjadi urat nadi ekonomi yang bekerja tanpa henti. Namun, di balik geliat itu, ada kelelahan yang terasa. Kemacetan kian menjadi rutinitas, waktu tempuh semakin panjang, dan pilihan jalur alternatif nyaris tak tersedia.
Kondisi ini menjadi cermin persoalan klasik pembangunan di banyak daerah wisata: konektivitas yang tumbuh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi dan pariwisata. Lombok kini bukan sekadar destinasi, tetapi simpul logistik dan pergerakan manusia yang semakin padat. Jalan yang dulu memadai kini menanggung beban di luar kapasitasnya.
Rencana besar membangun Tol Lembar-Kayangan sejatinya lahir dari kebutuhan memperkuat konektivitas antarwilayah. Proyek sepanjang 82 kilometer itu diharapkan memangkas waktu tempuh hingga separuhnya. Namun di balik angka dan ambisi itu, tersimpan realitas berat: biaya pembangunan mencapai lebih dari Rp16 triliun dan pembebasan lahan hampir Rp2 triliun. Angka yang terlalu besar untuk dikejar dalam waktu dekat, di tengah beban fiskal yang makin ketat.
Karena itu, ide pembangunan jalur alternatif atau bypass menjadi pilihan paling rasional. Biayanya lebih ringan, yakni sekitar Rp3,5 triliun dan bisa dikerjakan bertahap dengan dukungan APBN. Lebih penting lagi, proyek ini berpotensi memberi manfaat langsung bagi masyarakat: memperlancar distribusi hasil pertanian, mempermudah mobilitas wisatawan, serta membuka akses ekonomi baru di wilayah tengah dan timur Lombok.
Pemerintah Provinsi NTB bersama Kementerian PUPR telah menempatkan peningkatan akses jalan alternatif sebagai prioritas. Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden untuk memastikan pembangunan tidak hanya besar dalam wujud fisik, tetapi juga memberi dampak nyata bagi rakyat. Prinsip pembangunan inklusif inilah yang seharusnya menjadi roh dari setiap proyek infrastruktur.
Jalan alternatif bukan sekadar pelengkap, melainkan strategi adaptif menghadapi dinamika ekonomi daerah. Dengan lalu lintas yang kian padat dan ketergantungan tinggi terhadap jalur tunggal, penambahan jaringan jalan menjadi keharusan. Keterlambatan memperkuat akses berarti memperlambat roda ekonomi rakyat dari petani, sopir truk, hingga pelaku UMKM.
Lebih dari itu, pembangunan jalan semestinya dilihat sebagai investasi sosial. Setiap kilometer jalan membuka peluang kerja bagi warga sekitar, memperkuat rantai pasok lokal, dan mengurangi kesenjangan antarwilayah. Ketika masyarakat dilibatkan, pembangunan bukan lagi proyek pemerintah, melainkan kerja bersama menuju kesejahteraan.
Tentu, semua harus dijalankan dengan kehati-hatian. Lombok memiliki kontur alam yang rentan dan kawasan konservasi yang harus dijaga. Karena itu, studi lingkungan menjadi keharusan agar pembangunan tidak mengorbankan daya dukung alam.
Pada akhirnya, infrastruktur tidak sekadar tentang beton dan aspal. Ia tentang membuka jalan bagi kehidupan yang lebih baik. Bagi petani yang ingin cepat mengirim hasil panen, bagi wisatawan yang ingin menikmati perjalanan tanpa hambatan, bagi masyarakat yang menanti pelayanan publik yang lebih dekat. Jalan alternatif bukan pilihan kedua, melainkan kebutuhan mendesak agar pembangunan benar-benar berpihak pada rakyat.
Jika jalur bypass ini diwujudkan, maka yang dibangun bukan hanya jalan baru, tetapi juga harapan baru. Sebuah jalan yang menghubungkan bukan hanya dua pelabuhan, melainkan masa depan yang lebih adil dan merata bagi seluruh warga pulau ini.
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Nurani di balik seragam
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB: Menjaga harapan honorer di tengah krisis fiskal
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Dari Lirboyo, kita belajar arti kebijaksanaan
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - NTB di persimpangan fiskal: Saatnya mandiri dari dana pusat
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - MotoGP Mandalika: Pesta Dunia, PR bersama
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - BTT NTB: Dana darurat atau kotak hitam?
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Turide di persimpangan: Siapkah NTB menghadapi PON 2028?
