Mataram (ANTARA) - Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulawesi Tengah mengatakan dari data Bank Indonesia terdapat tiga faktor yang menyebabkan terjadinya pelambatan pertumbuhan ekonomi Sulteng.
"Iya, berdasarkan data dari Bank Indonesia perwakilan Sulawesi Tengah ada tiga faktor internal dan eksternal yang menghambat pertumbuhan ekonomi," ucap Kepala Bidang Promosi Penanaman Modal DPMPTSP Sulteng, Irmawati Sahi di Palu, Jumat.
Irma mengatakan tiga faktor yang menghambat adalah pertama, terjadinya bencana gempa disertai dengan tsunami dan likuifaksi yang menimpa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala serta Parigi Moutong.
Bencana itu, telah berdampak terhadap beberapa sektor ekonomi, sektor akomodasi dan makanan, minuman, serta sektor perdagangan termasuk yang paling parah terdampak bencana pada 28 September 2018 itu. Karena itu, kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB Sulteng 3,16 persen. Kemudian, sektor pertanian, perkebunan dan perikanan terdampak bencana yang paling parah. Dengan begitu, pangsa terhadap PDRB hanya 5,99 persen.
"Dengan demikian pangsa semua sektor yang terdampak bencana cukup besar hanya memiliki pangsa 9,15 persen terhadap PDRB pascabencana. Ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi prediksi ekonomi Sulteng berdasarkan data BI Perwakilan Sulteng pada Triwulan II Tahun 2019 atau pascabencana 28 September 2018, meningkat pada 6,3 - 6,7 persen," sebutnya.
Total pangsa PDRB untuk Kota Palu, Donggala dan Sigi, urai dia, terhadap PDRB Sulawesi Tengah mencapai 28,81 persen.
Faktor kedua yaitu terjadinya penurunan harga komoditas utama. Ia menjelaskan, pergerakan harga sangat berpengaruh terhadap penjualan sekaligus menjadi insentif atau disinsentif bagi pelaku industri. Pada tahun 2018 beberapa harga komoditas utama Sulteng mengalami pertumbuhan negatif antara lain stainless steel dan nikel.
"Pertumbuhan komoditas ini masing-masing tercatat 13,31 persen (yoy) dan 13,86 persen (yoy), berdasarkan data Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah," kata Irma.
Faktor ketiga, yakni melemahnya kondisi negara mitra dagang, purchasing manufacturing index (PMI) Tiongkok dan Jepang relatif menurun pada akhir 2018 berada di level 49,4 dan 52,4. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 50,8 dan 52,5 khusus untuk Tiongkok, nilai PMI telah mencapai area kontraksi.
Berita Terkait
Puluhan Warga Mataram Lakukan Aksi Gunduli Kepala
Jumat, 21 Agustus 2015 15:53
Haji- 60 Persen Calon Haji Mataram Risiko Tinggi
Rabu, 19 Agustus 2015 21:37
Bupati Sumbawa Barat Evaluasi Jelang Akhir Jabatan
Selasa, 11 Agustus 2015 7:40
Legislator Kecewa Anggaran Sosial Minim Dialokasikan Pemprov NTB
Rabu, 5 Agustus 2015 23:18
Anggaran pengamanan pilkada sumbawa barat rp1,5 miliar
Jumat, 31 Juli 2015 15:01
Paket "K2" Pertama Mendaftar Ke KPU KSB
Senin, 27 Juli 2015 11:14
Paket "f1" didukung partai terbanyak dalam pilkada
Minggu, 5 Juli 2015 14:21
Ikan tuna NTB mengandung merkuri kadar rendah
Rabu, 10 Juni 2015 6:56