Nota protes menunjukkan Indonesia tolak klaim China atas perairan Natuna

id pelanggaran ZEE Indonesia di Natuna, China, perairan Natuna

Nota protes menunjukkan Indonesia tolak klaim China atas perairan Natuna

Aksi pemuda saat menyampaikan sikap terkait polemik Laut Natuna Utara, Sabtu (4/1). (cherman)

Jakarta (ANTARA) - Nota protes yang disampaikan Indonesia terkait pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) oleh penjaga pantai China di perairan Natuna menunjukkan bahwa Indonesia menolak klaim negara tersebut.

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (HPI) Kementerian Luar Negeri Damos Dumoli Agusman melalui cuitan di akun Twitternya, Sabtu, menjelaskan bahwa melalui nota protes yang disampaikan kepada pemerintah China, Indonesia sedang menggunakan hak hukum untuk terus membantah (persistent objection) klaim negara lain, dalam hal ini klaim China atas perairan Natuna.

"Dengan menggunakan hak ini, maka Indonesia tidak akan terikat pada klaim itu, dan menghalangi klaim ini menjadi embrio dan terkonsolidasi menjadi norma," tulis Damos.

Lebih lanjut Damos menuturkan bahwa jika Indonesia tidak menggunakan hak protesnya karena pesimistis tidak mengubah realitas, maka klaim itu bisa terkonsolidasi dan menjadi norma yang mengikat Indonesia di kemudian hari.

Proses yang dalam hukum internasional disebut acquiescence atau pengakuan diam-diam, menurut dia, justru akan lebih berbahaya.
 

Nota protes atas pelanggaran ZEE, termasuk kegiatan penangkapan ilegal dan pelanggaran kedaulatan oleh penjaga pantai China di perairan Natuna, telah dilayangkan oleh pemerintah Indonesia pada 30 Desember 2019. Kemlu RI bahkan telah memanggil Duta Besar China untuk Indonesia untuk menyampaikan protes kerasnya.

Namun, dalam konferensi pers pada 2 Januari lalu, Juru Bicara Kemlu China Geng Shuang menjawab nota protes Indonesia dengan menyatakan bahwa negaranya tidak melanggar hukum internasional yang ditetapkan lewat Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) karena perairan Natuna termasuk dalam Nine-Dash Line China.

Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus adalah wilayah historis Laut China Selatan seluas 2 juta kilometer persegi yang 90 persen diklaim China sebagai hak maritimnya, bahkan meski wilayah ini berjarak 2.000 kilometer dari daratan China.

Di sisi lain, Indonesia menegaskan bahwa wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional melalui UNCLOS 1982---sebuah ketetapan yang harus dihormati oleh China.

Menlu RI Retno Marsudi juga menegaskan bahwa Indonesia tidak mengakui Nine-Dash Line, sebuah klaim sepihak yang dilakukan China, karena tidak diakui hukum internasional termasuk UNCLOS 1982.

Untuk memperkuat pertahanan di perairan Natuna, Indonesia telah melaksanakan pengendalian operasi siaga tempur yang didukung dengan tiga KRI, satu pesawat intai maritim, dan satu pesawat Boeing TNI AU.