Polda NTB Pantau Stabilitas Pasokan Pangan Ramadhan

id HARGA SEMBAKO RAMADHAN

Kalau seandainya terjadi kelangkaan, sehingga menyebabkan harga naik, tentunya Polri akan bekerja, mencari apa penyebabnya, apakah ada permainan dagang atau ada oknum yang sengaja menimbunnya
Mataram (Antara NTB) - Jajaran Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat terus memantau stabilitas harga maupun pasokan bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat setempat selama Ramadhan 1438 Hijriah atau sejak menyongsong Lebaran 2017.

Kapolda NTB Brigjen Pol Firli mengatakan, dalam memantau stabilitas harga maupun pasokan bahan pangan, pihaknya telah membangun sinergitas dengan instansi terkait yang secara khusus bertugas menangani masalah tersebut.

"Yang pasti satgas pangan polda bukan bekerja sendiri, tetapi bergandengan dengan dinas perdagangan, dinas perindustrian, bulog, karena pasokan, suplai, mereka yang tahu," kata Firli di Mataram, Selasa.

Dengan adanya sinergitas ini, lanjutnya, akan memudahkan Polri dalam memantau stabilitas harga maupun pasokan bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat, khususnya selama bulan puasa Ramadhan ini.

"Kalau seandainya terjadi kelangkaan, sehingga menyebabkan harga naik, tentunya Polri akan bekerja, mencari apa penyebabnya, apakah ada permainan dagang atau ada oknum yang sengaja menimbunnya," ucap mantan Wakapolda Jawa Tengah itu.

Namun sejauh ini, berdasarkan keterangan dari Dinas Perdagangan NTB, Firli menyebutkan bahwa stok bahan pangan setempat masih terbilang aman, bahkan jauh melebihi kebutuhan masyarakat pada bulan ini.

"Apalagi beras, beras itu dilaporkan untuk enam bulan ke depan masih cukup, dan sekarang pun kita masih panen," ujarnya.

Begitu juga dengan pasokan sembako lainnya, seperti gula, tepung terigu, minyak goreng, dikatakannya masih lebih dari cukup.

Sama halnya dengan pasokan cabai, tomat, bawang merah dan bawang putih, dikatakan bahwa stoknya masih tergolong aman.

Namun penjelasan yang dipaparkan Kapolda NTB ini nampaknya berbeda dengan temuan Satgas Pangan Bareskrim Polri bersama tim dari Kementerian Pertanian saat menjelang Ramadhan. Tim gabungan dari pusat ini turun lapangan untuk mengecek harga cabai rawit merah yang terbilang cukup mahal.

Hal itu pun terbukti, dari hasil cek lapangan di lima pasar induk yang ada di Lombok, harga cabai rawit merah berkisar Rp55 ribu-Rp65 ribu per kilogram.

Padahal, berdasarkan hasil cek harga di tingkat petani cabai, harga per kilogram berkisar Rp17 ribu-Rp18 ribu.

Karena itu, tim gabungan kemudian memeriksa enam pengepul yang ada di Lombok. Bahkan menurut kabar yang beredar, tiga di antara pengepul telah digiring ke Jakarta untuk menjalani proses pemeriksaan lanjutan.

Atensi pusat terhadap komoditas produk bahan pangan yang sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat ini dikarenakan Lombok dilihat sebagai sentra produksi cabai rawit merah terbaik skala nasional.

Bahkan hebatnya lagi, pasaran cabai rawit merah produksi Lombok telah menjadi komoditas unggulan di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur.

Terkait dengan hal temuan tersebut, Firli melihatnya sebagai hal yang wajar jika terjadi peningkatan harga di kalangan pedagang pasar induk.

"Tidak ada petani yang dari gunung langsung menjualnya di pasar, itu tidak ada, pasti akan ada dari petani pengumpul dulu ke pedagang di desa, pedagang desa menghimpun lagi sampai ke pasar induk, itu prosesnya, makanya ada peningkatan harga," kata pria yang pernah menjabat sebagai ajudan Wakil Presiden Boediono ini.

Dengan adanya kegiatan ini, apakah Polda NTB ikut terlibat dalam memantau stabilitas harga dan pasokan cabai rawit merah di pasaran, Firli mengatakan bahwa kegiatan itu murni kerja tim dari pusat, pihaknya tidak terlibat.

"Prosesnya langsung ditindaklanjuti oleh Mabes, itu tim sendiri dari pusat, bukan dari polda," ujarnya. (*)