Semarang (ANTARA) - Sucipto Hadi Purnomo, dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) menduga penonaktifan dirinya sebagai pengajar di peguruan tinggi negeri itu dilatarbelakangi rangkaian kasus dugaan plagiarisme karya ilmiah yang dilakukan oleh Rektor Fathur Rokhman.
"Diduga karena saya pernah diminta menjadi saksi dalam kasus yang dilaporkan oleh pimpinan Unnes ini ke Polda Jawa Tengah," kata Sucipto di Semarang, Sabtu.
Menurut dia, pimpinan Unnes pernah melaporkan seseorang ke polisi yang diduga telah mengungkap dugaan plagiarisme yang dilakukan rektor.
Ia menyebut rangkaian dari perkara itu menjadi latar belakang pencopotan dirinya sebagai pengajar.
Kemudian, lanjut dia, ada pihak-pihak yang kemudian mencari-cari kesalahan, salah satunya lewat unggahannya di media sosial.
Ia menilai tuduhan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo melalui unggahan-unggahan di media sosial Facebook miliknya itu masih bisa diperdebatkan.
"Kalau perlu dibuat forum debat akademik secara terbuka untuk menilai hal itu," katanya.
Bahkan, menurut dia, jika dinilai menghina, maka unggahannya itu harusnya bisa diproses secara hukum.
Meski telah dinonaktifkan sebagai pengajar, Sucipto mengaku akan mengikuti proses yang sudah diputuskan oleh pimpinan Unnes tersebut.
"Sementara akan rehat dulu," katanya.
Meski demikian, ia menyayangkan terputusnya akses bimbingan terhadap para mahasiswa yang selama ini telah menyusun skripsi.
Sebelumnya diberitakan, Unnes menonaktifkan salah seorang dosen, Sucipto Hadi Purnomo, dari tugas mengajarnya setelah diduga melakukan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo melalui media sosial.
Rektor Unnes Fathur Rohkman mengatakan kasus dugaan penghinaan terhadap kepala negara itu sudah terjadi cukup lama.
"Kejadiannya saat masa pemilihan presiden," katanya.
Menurut dia, dosen Fakultas Bahasa dan Seni itu diduga mengunggah beberapa konten yang isinya ujaran kebencian melalui akun media sosial Facebook miliknya.