BKD: Pajak hotel-restoran Mataram mencapai 35 persen

id pajak,hotel,mataram

BKD: Pajak hotel-restoran Mataram mencapai 35 persen

Salah satu hotel di Jalan Udayana, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. (Foto: ANTARA/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Badan Keuangan Daerah (BKD) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mencatat realisasi pajak hotel dan restoran di Mataram dari Januari-Mei 2021, baru mencapai 35 persen dari target Rp16 miliar untuk pajak hotel dan Rp23 miliar untuk pajak restoran.

Kepala BKD Kota Mataram HM Syakirin Hukmi di Mataram, Selasa, mengatakan, untuk nominalnya realisasi pajak hotel sekitar Rp5,6 miliar dari target Rp16 miliar sedangkan pajak restoran sekitar Rp8,5 miliar dari target Rp23 miliar.

"Realisasi dan target pajak restoran tahun ini lebih tinggi dibandingkan dengan pajak hotel, sebab saat pandemi COVID-19 restoran masih bisa beroperasional. Sedangkan hotel tidak," katanya.

Sejak pandemi COVID-19 merebak di Kota Mataram pada awal Maret 2020, hotel menjadi salah satu potensi pendapatan daerah yang terdampak langsung, sehingga mereka terpaksa harus tutup sementara.

"Saat itu pula, pemerintah kota juga memberikan kebijakan dispensasi terhadap pembayaran pajak hotel dan beberapa jenis pajak lainnya," katanya.

Karenanya,  untuk mengoptimalkan realisasi pajak hotel dan restoran, pihaknya tetap melakukan pengawasan termasuk dengan menggunakan "tapping box" masih tetap berjalan.

Alat "tapping box" yang terkoneksi langsung dengan sistem pelaporan pendapatan pengusaha baik hotel, restoran, parkir, maupun potensi pajak lainnya, dimaksudkan agar pajak yang dibayarkan oleh konsumen terdeteksi dan diawasi langsung oleh pemerintah.

Dengan alat ini, pihaknya akan lebih mudah mengetahui sudah benar atau tidaknya pengusaha membayarkan pajak sesuai pendapatannya.

Di samping itu, pengusaha terbantu dari sisi rekapan pendapatan mereka. Pemasangan alat ini sebagai bagian mengoptimalisasikan pendapatan asli daerah.

"Karena itu, pengusaha kita persilakan untuk hitung, lapor dan bayar pajak sesuai ketentuan yang ada dan pengawasan tetap kita lakukan," katanya.

Sementara menyinggung tentang sejumlah hotel yang digunakan sebagai rumah sakit darurat (RSAD) COVID-19, Syakirin mengatakan, meskipun setiap pasien COVID-19 disebut sebagai tamu, namun tarif yang dikenakan di bawah harga normal.

"Begitu juga untuk hotel-hotel lainnya, dengan kondisi saat ini mereka tidak lagi berbicara harga normal sehingga mempengaruhi pendapatan begitu juga pajak yang dibayarkan," katanya.