Bank Indonesia jadikan pondok pesantren di NTB poros ekonomi syariah

id Bank Indonesia,Pengurus Hebitren,Ekonomi Syariah,Pondok Pesantren

Bank Indonesia jadikan pondok pesantren di NTB poros ekonomi syariah

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Heru Saptaji. (ANTARA/Awaludin)

Mataram (ANTARA) - Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Ekonomi Bisnis Pesantren KH M Hasib Wahab Hasbullah mengukuhkan para pengurus DPW Hebitren Nusa Tenggara Barat yang berasal dari para pengelola pondok pesantren di provinsi setempat.

Pengukuhan tersebut merupakan rangkaian dari Musyawah Kerja Wilayah Hebitren NTB yang digelar di Mataram, Kamis (14/10).

Hadir dalam acara tersebut Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Heru Saptaji, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah NTB Muhammad Husni, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama, Dr M Zaidi Abdad, tokoh agama Dr Najmul Akhyar, serta tuan guru dan pimpinan pondok pesantren (ponpes) anggota Hebitren NTB.

Dalam sambutannya, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Heru Saptaji mengatakan dalam mendukung tugas menjaga pertumbuhan ekonomi daerah, pihaknya memiliki lima pilar yang harus dilakukan, yaitu pengendalian inflasi, pengembangan ekspor, pengembangan ekonomi syariah, ekonomi digital, dan inklusifitas.

Dari kelima pilar tersebut, ekonomi syariah merupakan sumber pertumbuhan ekonomi baru dalam mewujudkan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Negara lain sudah sadar akan hal itu, mulai dari Jepang dan Tiongkok menjadi eksportir baju muslim.

Korea Selatan juga berikrar menjadi destinasi wisata halal, dan Inggris ingin menjadikan London sebagai pusat keuangan syariah di negara barat.

Indonesia sendiri, kata dia, memiliki visi untuk menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia dan dalam tiga tahun terakhir, posisi Indonesia terus meningkat dalam kancah ekonomi syariah global.

"Pada 2020, Indonesia masuk dalam top 10 (ranking 4) di seluruh industri halal. (State of the Global Islamic Economy Report)," katanya.

Ia mengatakan posisi Indonesia di sektor makanan halal masih menjadi target pasar pertama, di sektor busana masih menjadi target pasar ke-5, namun belum menjadi produsen utama. Sementara itu potensinya sangat besar karena produk makanan halal dan produk fesyen muslim mengalami pertumbuhan yang tinggi.

Saat ini, negara pengekspor makanan halal terbesar ke negara Organisasi Kerja sama Islam (OKI) adalah Brazil yang mencapai 16,2 miliar dolar AS, sedangkan negara pengekspor modest fashion terbesar ke OIC Countries Member saat ini dipimpin oleh China mencapai 11,5 miliar dolar AS.

"Memperhatikan hal tersebut, ekonomi syariah memiliki potensi yang sangat besar, sehingga kita harus berupaya agar kita dapat turut ambil bagian dan memperoleh manfaat sebagai pemain utama dalam ekonomi syariah," ujarnya.
 
Pengukuhan Pengurus DPW Hebitren NTB. (ANTARA/Awaludin)
Heru menambahkan pihaknya memiliki perhatian yang sangat besar terhadap pemberdayaan eonomi syariah. Hal itu dilakukan dengan mendorong pengembangan dan penguatan usaha syariah di berbagai lini (usaha mikro, kecil, menengah, dan besar termasuk pesantren) melalui pengelolaan kesinambungan aktivitas ekonomi dan keuangan usahanya sesuai nilai dan prinsip dasar syariah, dalam rangka membangun ekosistem rantai nilai halal (RNH) / halal value chain yang terintegrasi.

Dengan jumlah ponpes sebanyak 684 lembaga dan santri yang sangat besar, ponpes memiliki posisi strategis dalam ekosistem rantai nilai halal di Indonesia. Sehingga demi memperkuat posisi strategis tersebut, dan sesuai dengan prinsip berjamaah, maka pondok pesantren perlu dihimpun dalam suatu wadah, yaitu Hebitren.

Untuk NTB, kata Heru, tahap awal pembentukan Hebitren melibatkan lima pondok pesantren, yaitu Ponpes Darun Nahdlatain NW Pancor, Ponpes Nurul Haramain NW Narmada, Ponpes Al-Kautsar Al-Gontory, Ponpes Nurul Bayan, dan Ponpes Thohir Yasin.

Tentunya jumlah ponpes anggota Hebitren NTB diharapkan akan semakin bertambah setelah kepengurusan terbentuk yang nantinya pada akhirnya pengembangan Hebitren akan ada muncul beragam pengembangan usaha di setiap Hebitren sesuai dengan potensinya.

Selain itu, pesantren dan Hebitren memiliki sektor usaha unggulan/strategis, terdapat "platform" baik secara daring (online) maupun konvensional (offline) untuk meningkatkan konektivitas bisnis antar pesantren, serta meningkatnya kemampuan akses ke lembaga keuangan syariah.

Sejalan dengan Heru Saptaji, Ketua DPP Hebitren KH M Hasib Wahab Hasbullah mengatakan harapan Wakil Presiden bahwa Indonesia dalam bisnis dan ekonomi syariah/halal harus menjadi terdepan untuk kemajuan ekonomi global.

Menurut dia, pesantren memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Dari ketiga fungsi tersebut, yang masih harus diperkuat adalah fungsi pemberdayaan masyarakat, yang terutama adalah pemberdayaan ekonomi.

Dengan adanya Hebitren, diharapkan dapat memperkuat fungsi ponpes untuk memperkuat dan mengembangan ekonomi syariah.

"Kepada para pengurus yang baru dilantik, saya mengharapkan agar dapat langsung bergerak menghimpun ponpes-ponpes lainnya untuk tergabung dalam Hebitren," katanya.
Ketua DPP Hebitren KH M Hasib Wahab Hasbullah (kiri), bersama Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Heru Saptaji (kanan dua) berdiskusi terkait produk ekonomi produktif yang dihasilkan pondok pesantren. (ANTARA/Awaludin)
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda NTB Muhammad Husni menambahkan ponpes selain sebagai pusat dakwah, pendidikan, sosial budaya namun sesungguhnya merupakan salah satu kekuatan sosial ekonomi yang cukup besar, sehingga memilih ponpes sebagai lokasi pengembangan program adalah sangat tepat.

"Semoga Hebitren di bawah kepemimpinan H Ahmad Dahlan, SH, nantinya berbagai program kerja dan terobosan pengurus yang baru saja dilantik dapat tercapai maksimal," ucap Husni.

Atas nama Pemerintah Provinsi NTB, Husni juga menyampaikan apresiasinya khususnya kepada Bank Indonesia karena telah menginiasi terbentuknya Hebitren sekaligus menunjukan kepedulian Bank Indonesia yang tidak hanya tertuju kepada kesejahteraan ekonomi masyarakat secara umum tetapi juga kepedulian terhadap kemajuan pondok pesantren.