Jaksa harus segera berikan kepastian hukum korupsi RSUD Lombok Utara

id somasi ntb,pegiat sosial,korupsi proyek,rsud lombok utara,kejati ntb,penanganan perkara

Jaksa harus segera berikan kepastian hukum korupsi RSUD Lombok Utara

Suasana pemeriksaan salah seorang tersangka kasus korupsi pengerjaan proyek penambahan ruang IGD RSUD Lombok Utara, di ruang Penyidik Pidana Khusus Kejati NTB, Rabu (3/11/2021). (ANTARA/HO-Penkum Kejati NTB)

Mataram (ANTARA) - Pegiat sosial dari Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) Nusa Tenggara Barat, meminta kejaksaan untuk segera memberikan kepastian hukum perihal penyidikan kasus korupsi proyek penambahan ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Lombok Utara.

Dalam kasus itu telah menetapkan lima tersangka dan belum juga menjalani penahanan.

"Jangan karena (para tersangka) tidak ditahan, malah terkesan tidak menindaklanjuti prosesnya," kata Direktur Somasi NTB Aris Dwisanto di Mataram, Jumat.

Aris menyampaikan pernyataan itu menanggapi salah seorang tersangkanya diketahui memiliki pengaruh besar dalam menggerakkan roda pemerintahan di Kabupaten Lombok Utara. Tersangka tersebut seorang pejabat publik yang kini menduduki jabatan Wakil Bupati Lombok Utara, berinisial DKF.

Dalam kasus korupsi proyek yang berjalan di tahun 2019 tersebut, DKF ketika itu menjabat sebagai staf ahli dari konsultan pengawas dari CV Indomulya Consultan.

DKF menjadi tersangka bersama mantan Direktur RSUD Lombok Utara berinisial SH; pejabat pembuat komitmen, HZ; Direktur konsultan pengawas dari CV Indomulya Consultan, LFH; dan MR, Direktur PT Batara Guru Group yang menerima kuasa sebagai rekanan pelaksana.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 22 September 2021, hanya tersangka DKF yang hingga kini belum masuk agenda pemeriksaan penyidik jaksa. Sedangkan untuk pemeriksaan empat tersangka lainnya, terpantau terus berjalan secara marathon.

Namun dalam progres penyidikannya, ke lima tersangka belum juga ditahan. Jaksa beralasan, karena para tersangka bersikap kooperatif.

"Kalau seperti itu, perkara ini malah cenderung lamban, tidak seperti diawal, saat mengumumkan siapa tersangka dalam kasus ini. Justru dengan penanganan yang berlarut seperti ini, malah tidak memberikan kepastian bagi masyarakat Lombok Utara," ujarnya.

Terkait dengan alasan jaksa soal pemeriksaan tersangka DKF yang belum juga terlaksana karena masih terkonsentrasi pada pokok perkara, Aris merasa hal itu bukan seharusnya menjadi bahan pertimbangan penyidik jaksa menunda agenda pemeriksaannya.

"Cara kerja kejaksaan justru aneh kalau baru sekarang konsentrasi kepada pokok perkaranya, mestinya ketika mengumumkan tersangka, semua sudah siap, jadi tinggal dimatangkan lagi pada saat pemeriksaan tersangka," ucap dia.

Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan yang dikonfirmasi membenarkan bahwa penyidik jaksa kini sedang fokus pada pokok perkara. Karena itu, tersangka DKF belum juga masuk dalam agenda pemeriksaan.

"Sebenarnya ini semua masalah teknis penyidikan saja. Nantinya pasti (DKF) akan diperiksa," kata Dedi.

Proyek yang melibatkan DKF sebagai tersangka ini dikerjakan oleh PT Batara Guru Group dengan nilai Rp5,1 miliar. Dugaan korupsinya muncul usai pemerintah memutus kontrak proyek di tengah progres pengerjaan. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya kerugian negara yang nilainya sekitar Rp742,75 miliar.

Modus korupsinya berkaitan dengan pekerjaan proyek yang tetap dinyatakan selesai meskipun masih ada dugaan kekurangan volume pekerjaan.