KERAGUAN SAHAM MAYORITAS NEWMONT GANJAL DIVESTASI 2010

id

     Mataram, 5/7 (ANTARA) - Keraguan sejumlah kalangan termasuk Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat terhadap saham mayoritas di PT Newmont Nusa Tenggara yang harusnya berada di pihak pemerintah dan swasta nasional Indonesia setelah divestasi terakhir direalisasi, masih mengganjal proses divestasi 2010.
     "Berbagai pihak masih persoalkan hal itu. NTB pun menuntut dilakukan audit menyeluruh atas kepemilikan saham Newmont," kata Direktur Utama (Dirut) PT Daerah Maju Bersaing (DMB) Andy Hadianto, di Mataram, Selasa.
     PT DMB merupakan perusahaan bersama tiga pemerintah daerah di NTB yakni Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Sumba dan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).
     PT DMB dibentuk untuk menggandeng investor mitra PT Multicapital (anak usaha  PT Bumi Resources Tbk), guna mengakuisisi saham PTNNT yang harus didivestasi sesuai perjanjian Kontrak Karya (KK).
     PT DMB dan PT Multicapital kemudian membentuk perusahaan patungan yang diberi nama PT Multi Daerah Bersaing (MDB).
     Sampai Marat 2010, PT MDB sudah menguasai 24 persen saham PTNNT senilai Rp8,6 triliun, dan masih berharap dapat membeli tujuh persen saham jatah divestasi 2010 atau divestasi terakhir, meskipun pemerintah pusat sudah menandatangani perjanjian jual-beli saham itu.
     Sesuai kontrak karya, PTNNT berkewajiban mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak nasional yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun perusahaan nasional.
     PT Pukuafu Indah yang semula menguasai 20 persen saham PTNNT kemudian menjual sebanyak 2,2 persen sahamnya kepada PT IMI sehingga kini PT Pukuafu Indah hanya menguasai 17,8 persen.
     Sedangkan saham yang dimiliki dimiliki Nusa Tenggara Partnership, nanti setelah direalisasi divestasi terakhir tinggal 49 persen dari semula 80 persen yang terdiri dari 45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited (NIL) dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) Sumitomo.
     Andy yang juga ikut menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PTNNT di Jakarta, 28 Juni lalu, mengatakan, divestasi saham 2010 senilai 246,8 juta dolar AS setelah diturunkan dari harga semula sebesar 271 juta dolar AS itu, belum berakhir.
     Apalagi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh, belum memberikan rekomendasi yang diperlukan untuk realisasi pembayaran tujuh persen saham tersebut.
     "Masih gonjang-ganjing, dan itu berarti tuntutan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit secara menyeluruh kepemilikan saham PTNNT dapat dilaksanakan sesuai harapan banyak kalangan," ujarnya.
     Sebelumnya, Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi, menyatakan mendukung uji materi atau "due duligence" secara lengkap terhadap manajemen PTNN, sebelum merampungkan divestasi terakhir saham asing.
     "Saya setuju sekali, karena dari laporan keterbukaan publik keabsahan 2,2 persen saham Newmont yang dibeli PT IMI berada dibawah kendali Newmont," kata Zainul.
     Mantan Dirjen Mineral Batubara dan Panas Bumi (Minerbapum) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Simon F. Sembiring, dalam dialog publik di Mataram, Senin pekan lalu, juga menekankan pentingnya dilaksanakan uji materi lengkap terhadap manajemen PTNNT sebelum merampungkan pembelian saham divestasi terakhir itu.
     Menurut dia, uji materi lengkap itu dipandang penting menyusul adanya keraguan terhadap keabsahan transaksi pembelian 2,2 persen saham PTNNT dari PT Pukuafu Indah (PI) kepada PT Indonesia Masbaga Investama (IMI).
     Keraguan itu, kata Sembiring, dimunculkan Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto yang dirilis media masa nasional. Bahkan, Hadiyanto menyatakan akan diteliti oleh Perusahaan Investasi Pemerintah (PIP) yang akan membayar tujuh persen saham divestasi terakhir itu.
     Apalagi, Presiden Direktur PTNNT Martino Hadiyanto, dalam pernyataan di media massa nasional, mengakui bahwa yang membiayai pembelian 2,2 persen saham itu adalah pihak Newmont.
     "Jika itu benar, maka secara 'de jure' divestasi saham asing di PTNNT setelah tujuh persen dirampungkan, maka 51 persen saham dimiliki Indonesia (pemerintah, warga negara Indonesia dan perusahaan swasta yang dikontrol warga negara Indonesia)," ujarnya.
     Namun, kata Sembiring, secara "de facto" saham 2,2 persen senilai 70 juta dolar AS yang dimiliki PT IMI berada dibawah kendali Newmont atau perusahaan asing. (*)