Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menyatakan film berjudul Bidaah menjadi inspirasi korban pelecehan seorang ustadz pondok pesantren berinisial AF di Kabupaten Lombok Barat membuat laporan ke polisi.
"Dari keterangan beberapa korban memang diakui setelah nonton film Bidaah itu, mereka merasa kok kejadiannya sama dengan yang dirasakan, sehingga menginspirasi korban-korban ini lapor ke Polresta Mataram," kata Kepala Satreskrim Polresta Mataram Ajun Komisaris Polisi Regi Halili di Mataram, Senin.
Sampai hari ini, Polresta Mataram menerima laporan dari lima orang perempuan usia dewasa yang mengaku sebagai korban dugaan pelecehan seksual dengan terlapor AF yang juga berstatus sebagai ketua yayasan untuk lembaga pondok pesantren tersebut.
"Pekan lalu itu ada empat laporan tentang dugaan pencabulannya. Untuk hari ini, baru satu laporan tentang persetubuhan. Mereka semua mantan santriwati yang saat kejadian masih usia anak," ujarnya.
Baca juga: Polda NTB: Penanganan kasus pelecehan santriwati sesuai prosedur
Tindak lanjut atas adanya laporan tersebut, lanjut dia, para pelapor dan terlapor maupun pendiri pondok pesantren pada hari ini menghadap Tim Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Mataram.
Regi menyatakan bahwa mereka kini masih memberikan klarifikasi atas adanya penanganan laporan yang berjalan di tahap penyelidikan.
Baca juga: LPA dampingi empat santriwati korban pelecehan seksual di ponpes Lombok barat
Selain permintaan keterangan para pihak, Regi menyampaikan pada hari ini sebagian personel juga melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di pondok pesantren yang berada di wilayah Kekait, Kabupaten Lombok Barat tersebut.
"Jadi, tindak lanjut pengakuan korban ini TKP beda-beda, ada yang di kamar asrama dan ruang tertentu, ruang kelas, di pondok pesantren, itu pagi tadi," ucapnya.
Regi menegaskan bahwa pihaknya kini terus bekerja menindaklanjuti laporan para korban. Ada dugaan jumlah korban dalam kasus ini mencapai belasan orang dengan periode kejadian mulai tahun 2016 hingga 2023.
"Jadi, selain dari laporan mantan santriwati ini, kami juga menelusuri korban lain, terutama yang masih berstatus santriwati," kata Regi.
Baca juga: Legislator desak polisi usut tuntas kematian santriwati di Lombok Barat
Baca juga: Polisi tangkap buron kasus pelecehan di ponpes Sekotong Lombok Barat