Pemerhati lingkungan menghijaukan hutan adat kritis di Lombok Utara

id Lombok Utara,Hutan Adat,Pawang Rinjani

Pemerhati lingkungan menghijaukan hutan adat kritis di Lombok Utara

Pemerhati lingkungan bersama para Tokoh Adat di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, NTB, dalam aksi penghijauan hutan adat yang tergolong kritis. (ANTARA/HO-Sat)

Lombok Utara (ANTARA) - Pawang Rinjani, salah satu komunitas pemerhati lingkungan bersama para Tokoh Adat di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, menanam 10 ribu batang bibit pohon untuk menghijaukan hutan adat yang tergolong sudah kritis.

Ketua Medan Operasi Daulat Pohon 2021-2022, Japra Saparindi di Kabupaten Lombok Utara, Senin, menjelaskan program penanaman bibit pohon bertajuk Daulat Pohon 2021-2022 menyediakan sebanyak 40 ribu batang bibit pohon siap tanam.

"Sudah sekitar 10 ribu pohon yang kami tanam. Harapannya, semua bibit sebanyak 40 ribu di markas itu bisa tertanam semua," katanya.

Ia mengatakan dari hasil observasi lapangan yang dilakukan tim Pawang Rinjani, ada beberapa titik lahan kritis dan potensi kerusakan hutan dan lahan tutupan di Kecamatan Bayan.

Oleh sebab itu, sebanyak 1.000 batang bibit pohon flamboyan didistribusikan oleh Pawang Rinjani ke Bayan. Ribuan batang bibit tersebut diharapkan bisa menjadi stimulan bagi masyarakat.

Menurut Japra, sebagian besar masyarakat di Kecamatan Bayan, merupakan masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat, sehingga keterlibatan para tokoh adat dalam program pemulihan kawasan hutan mutlak dibutuhkan.

"Makanya, kami berikan bibit pohon kepada masyarakat sebagai stimulan, nanti para tokoh adat dan masyarakat yang akan menanam, kami sifatnya mendampingi dan memberikan dukungan," ujarnya.

Tokoh Adat Bayan Pemekel Karang Bajo atau yang akrab dijuluki Mangku Bumi Nikrana menyampaikan rasa terima kasih kepada Pawang Rinjani, yang peduli terhadap kelestarian kawasan hutan, khususnya hutan adat di Kecamatan Bayan.

Selain pohon flamboyan yang ditanam di hutan adat, Nikrana juga mengusulkan agar ada beberapa bibit pohon buah yang dapat ditanam di pekarangan rumah para tokoh adat dan masyarakat, sehingga dapat dinikmati hasilnya untuk komsumsi dan peningkatan ekonomi warga.

"Di hutan adat jangan ada buah, nanti itu bisa jadi alasan perusakan, kalau ada bibit buah kami harap bisa diberikan untuk ditanam di halaman rumah adat maupun rumah masyarakat," tuturnya.

Apri, mewakili Pemekel Desa Anyar, mengakui kondisi hutan adat semakin kritis sejak terjadinya gempa bumi pada 2018.

Salah satu penyebabnya adalah kebutuhan masyarakat adat terhadap bahan kayu untuk pembangunan rumah adat, masjid adat, dan fasilitas adat lainnya.

"Kami di sini butuh kayu untuk pembangunan masjid adat, renovasi rumah adat dan sebagainya. Terutama bambu, kebutuhan ini yang tidak bisa kami hindari," katanya.