Upaya Indonesia mengendalikan rabies jelang MXGP

id rabies,pengendalian,FAO,Kementan,MXGP,sumbawa,NTB

Upaya Indonesia mengendalikan rabies jelang MXGP

Kegiatan pelatihan Tata Laksana Gigitan Terpadu di Pulau Sumbawa, NTB, Kamis (10/2) 2022. (FOTO ANTARA/HO-FAO/Saskia Soedarjo)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam satu kesempatan menyatakan bahwa rabies bukanlah penyakit baru dalam sejarah peradaban manusia.

Akan tetapi, kasus rabies ini bisa berdampak pada kematian manusia, bahkan juga berdampak terhadap perekonomian.

Ia merujuk laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 2021, di mana secara global, beban ekonomi akibat rabies yang diperantarai anjing diperkirakan mencapai 8,6 miliar Dolar AS per tahun.

Keterlibatan berbagai sektor melalui kolaborasi one health, terutama penyuluhan kepada masyarakat tentang kesadaran dan kampanye vaksinasi, tidak melepasliarkan anjing peliharaan serta pertolongan pertama kasus gigitan, katanya, sangat penting sebagai upaya mengurangi kasus terkait penyakit rabies.

Jika kasus gigitan anjing diduga rabies berkurang, maka kerugian ekonomi yang ditimbulkannya juga dapat ditekan.

"Hingga saat ini kita akan terus berupaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit rabies," kata mentan.

Karena itulah, pada Kamis (10/2) 2022, melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementan meluncurkan Kader Siaga Rabies (Kasira).

Salah satu pekerjaan rumah (PR) dari upaya Indonesia mengantisipasi rabies itu adalah pengendalian rabies di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), karena ajang dunia Motocross Grand Prix (MXGP) Juni 2022 diselenggarakan di kawasan Samota, Kabupaten Sumbawa.

Karena itu, Ditjen PKH Kementan berkolaborasi dengan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) dengan dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan Pemprov NTB dan Pemkab Sumbawa memberikan pelatihan penanganan rabies dengan pendekatan one health.

Sebanyak 98 orang, terdiri atas 51 laki-laki dan 47 perempuan perwakilan petugas kesehatan hewan (puskeswan) dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) manusia dari 24 kecamatan di Kabupaten Sumbawa mengikuti pelatihan Tata Laksana Kasus Gigitan Terpadu (TAKGIT).
Anjing yang telah divaksinasi ditandai dengan kalung oranye di Dompu, Pulau Sumbawa, NTB (FOTO ANTARA/HO-FAO/Sadewa/2019)

Dapat dicegah

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH Kementan Syamsul Ma'arif, saat membuka pelatihan menyatakan kegiatan ini membekali petugas dengan keterampilan penanganan kasus gigitan rabies serta memberi kesempatan kunjungan puskeswan dan puskesmas yang ditunjuk sebagai pusat penanggulangan rabies (rabies centre).

Upaya pengendalian tersebut, antara lain melalui vaksinasi massal pada anjing, pelatihan TAKGIT, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan penyelenggara MXGP serta pembentukan Kader Siaga Rabies (Kasira).

"Rabies merupakan penyakit yang telah ditularkan hewan ke manusia (zoonosis) selama hampir 200 tahun terakhir. Penyakit mematikan ini memiliki tingkat kematian hingga 99,9 persen pada manusia," katanya.

Selain itu, anjing juga merupakan sumber penularan utama, di samping penularan oleh kucing dan kera, melalui gigitan dalam atau cakaran.

Kepala Subdirektorat Zoonosis, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Sitti Ganefa Pakki, mengonfirmasi bahwa meskipun tingkat kematian akibat rabies pada manusia sangat tinggi, kematian dapat dicegah dengan penanganan sedini mungkin.

Terhadap kasus gigitan hewan penular rabies, kata dia, bisa melalui pemberian Vaksin Anti-Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) di fasilitas kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.

Syamsul Ma'arif menyatakan salah satu langkah pencegahan rabies, utamanya pada anjing, dapat dilakukan melalui vaksinasi, setidaknya 70 persen dari populasi anjing di suatu wilayah tertular.

"Hal ini yang sedang diupayakan pemerintah melalui dinas terkait di Sumbawa, dengan melakukan vaksinasi massal pada anjing," katanya.


Komitmen dukungan

Tahun 2022 ini, pemerintah melalui Kementan menetapkan kondisi rabies di Kabupaten Sumbawa Barat sebagai kejadian luar biasa (KLB), yakni sebuah peningkatan kewaspadaan akibat meningkatnya kasus penularan dan kematian karena rabies.

Sumbawa Barat merupakan kabupaten ketiga di Provinsi NTB yang ditetapkan sebagai KLB, setelah pemerintah menetapkan status serupa pada Kabupaten Sumbawa dan Dompu pada 2019.

Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal menyatakan pihaknya berkomitmen untuk bekerja sama erat dengan Kementan, Kemenkes dan pemerintah daerah dengan memberikan segala dukungan yang diperlukan untuk mengendalikan rabies di Indonesia.

Ia menegaskan rabies merupakan penyakit mematikan yang khususnya dapat merugikan masyarakat desa dan pelaku pertanian.

"Oleh karena itu, kita semua perlu bertindak cepat untuk mengendalikannya," katanya.

FAO telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam pengendalian rabies di berbagai provinsi sejak Tahun 2011 melalui peningkatan kesadaran masyarakat, peningkatan kapasitas petugas, manajemen populasi anjing serta penyediaan vaksin dan sistem informasi dengan menggunakan pendekatan one health, yakni kolaborasi antara kesehatan hewan, manusia dan lingkungan.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB Khairul Arifin berterima kasih atas dukungan Kementan, Kemenkes dan FAO dalam kegiatan ini.

"Kami berharap kegiatan pengendalian rabies ini dapat mendukung tercapainya Sumbawa bebas rabies sekaligus menyukseskan acara MXGP. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumbawa." katanya.

Sementara Sekretaris Daerah Kabupaten Sumbawa Hasan Basri menambahkan melalui program pengendalian rabies di Sumbawa ini, diharapkan dapat turut menyukseskan pergelaran internasional MXGP yang akan datang dan menjadikan Indonesia tujuan wisata yang aman dari rabies.

Dengan persiapan pengendalian yang dilakukan secara sinergis itu, ancaman wabah rabies di Indonesia, khususnya menjelang ajang dunia MXGP, akan menjadi ujian sekaligus menjawab dunia bahwa PR itu bisa diselesaikan.