Remaja Bali dibekali seni lukis wayang klasik

id seni lukis wayang,PKB 2022,Pesta kesenian bali,PKB ke-44

Remaja Bali dibekali seni lukis wayang klasik

Cokorda Alit Artawan saat menjadi narasumber Kriyaloka Seni Lukis Wayang Klasik (Wanda, Rupa dan Filosofi) di Taman Budaya Provinsi Bali, di Denpasar, Selasa (14/6/2022). (ANTARA)

Denpasar (ANTARA) - Puluhan remaja dan anak-anak dari berbagai kabupaten/kota di Provinsi Bali mendapatkan sejumlah teori mengenai seni lukis wayang klasik sekaligus melukis wayang bersama dalam ajang Pesta Kesenian Bali ke-44.

"Melalui lokakarya ini juga untuk menyamakan persepsi terkait teknik-teknik melukis wayang klasik, khususnya seni lukis wayang gaya Kamasan," kata Cokorda Alit Artawan saat menjadi narasumber Kriyaloka Seni Lukis Wayang Klasik di Denpasar, Selasa.

Alit Artawan yang juga akademisi di ISI Denpasar itu, menyampaikan seni lukis wayang klasik bisa tetap eksis hingga sekarang karena khas dan memiliki banyak keunggulan. Perkembangan seni lukis wayang klasik di Bali, jika dilihat dari sejarahnya ditemukan pertama pada Prasasti Raja Anak Wungsu pada abad ke-11, kemudian berlanjut pada masa Kerajaan Gelgel di Kabupaten Klungkung pada 1686 Masehi.

Puncak perkembangan seni lukis wayang klasik terjadi pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong pada abad ke-17 hingga ke-18 dengan kemunculan seniman pelopor seni lukis Kamasan yang bernama I Gede Mersadi dan bergelar Sangging Modara.

Seni lukis wayang klasik dengan ciri khasnya masing-masing tidak saja berkembang di Kamasan, Kabupaten Klungkung, tetapi juga berkembang di daerah Peliatan dan Ubud di Kabupaten Gianyar, serta di daerah Julah, Kabupaten Buleleng.

Baca juga: Pameran lukisan cat air di Bandara Lombok

Pria yang telah berpameran hingga luar negeri itu menambahkan tokoh dan cerita yang diangkat dalam seni lukis wayang klasik diambil dari kisah Ramayana, Mahabharata, Sutasoma, Cupak, Calonarang, Panji, Tantri, Arja dan sebagainya.

Ia mencontohkan untuk warna putih itu berasal dari tanduk rusa atau tulang babi yang dibakar, warna hitam dari jelaga dan warna kuning dari atal semacam bahan mineral, warna merah dari gincu Tiongkok, warna biru dibuat dari tumbuhan dengan getah leked dan sebagainya, sedangkan untuk merekatkan warna-warna pada media lukis digunakan ancur.

Yang menjadi persoalan saat ini, kata Alit Sastrawan, ancur sebagai perekat warna dalam seni lukis wayang klasik semakin sulit didapatkan karena selama ini hanya didatangkan dari Prancis .

Ia mengharapkan agar ada keterlibatan para pemangku kepentingan untuk bisa mendatangkan ancur karena memang menjadi bagian penting untuk pewarnaan seni lukis wayang klasik agar warnanya tidak pecah.