Jakarta (ANTARA) - Perum LKBN ANTARA dan Namibia Press Agency (NAMPA) menggelar diskusi bersama secara virtual pada Selasa (14/6) membahas perkembangan konten komersial kantor berita.
Diskusi yang didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Windhoek Namibia itu menghadirkan dua pembicara yaitu Kepala Redaksi Konten Komersial & Kerja Sama ANTARA Panca Hari Prabowo dan Manajer NAMPA Jata Kazondou.
Dalam sambutannya, Redaktur Pelaksana ANTARA Gusti Nur Cahya Aryani mengatakan sharing session tentang perkembangan konten komersial itu merupakan implementasi nota kesepahaman (MoU) di bidang pertukaran berita dan kerja sama teknis antara Perum LKBN ANTARA dan NAMPA.
Pada Kamis (27/1), Perum LKBN ANTARA dan Namibia Press Agency (NAMPA) melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di bidang pertukaran berita dan kerja sama teknis secara daring melalui Zoom.
Penandatanganan tersebut dilaksanakan oleh Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat dan CEO NAMPA Linus Sitomiso Chata.
“Saya mengharapkan dalam sharing session kali ini, kedua pihak baik dari ANTARA dan NAMPA saling bertukar pengalaman dan ide serta dapat belajar dari pengalaman di mana saat ini dunia dilanda pandemi COVID-19,” kata Gusti Nur Cahya Aryani atau biasa dipanggil Yeni.
Yeni mengatakan pandemi COVID-19 memberikan dampak signifikan terhadap industri media.
Pada 2020, lanjut dia, industri media di Indonesia yang berkaitan dengan produksi berita banyak yang kandas dihantam krisis akibat pandemi COVID-19.
“Selama dua tahun terakhir mungkin mengejutkan kita dengan maraknya media sosial. Media sosial berperan terhadap bisnis, mungkin ini sesuatu di luar prediksi kita,” kata dia.
Adanya berbagai tantangan saat ini, lanjut dia, sharing session ini menjadi sangat penting untuk meningkatkan praktik jurnalisme.
“Saya percaya bahwa semangat untuk tidak pernah berhenti berinovasi dapat mengurangi dampak dari keadaan darurat ini,” kata Yeni.
Ia mengharapkan sharing session ini dapat menjadi langkah yang baik untuk bersinergi dalam memajukan jurnalisme yang baik.
“Kita tidak dapat memungkiri bahwa model bisnis yang baik membutuhkan jurnalisme yang baik,” ujar Yeni.
Penandatanganan tersebut dilaksanakan oleh Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat dan CEO NAMPA Linus Sitomiso Chata.
“Saya mengharapkan dalam sharing session kali ini, kedua pihak baik dari ANTARA dan NAMPA saling bertukar pengalaman dan ide serta dapat belajar dari pengalaman di mana saat ini dunia dilanda pandemi COVID-19,” kata Gusti Nur Cahya Aryani atau biasa dipanggil Yeni.
Yeni mengatakan pandemi COVID-19 memberikan dampak signifikan terhadap industri media.
Pada 2020, lanjut dia, industri media di Indonesia yang berkaitan dengan produksi berita banyak yang kandas dihantam krisis akibat pandemi COVID-19.
“Selama dua tahun terakhir mungkin mengejutkan kita dengan maraknya media sosial. Media sosial berperan terhadap bisnis, mungkin ini sesuatu di luar prediksi kita,” kata dia.
Adanya berbagai tantangan saat ini, lanjut dia, sharing session ini menjadi sangat penting untuk meningkatkan praktik jurnalisme.
“Saya percaya bahwa semangat untuk tidak pernah berhenti berinovasi dapat mengurangi dampak dari keadaan darurat ini,” kata Yeni.
Ia mengharapkan sharing session ini dapat menjadi langkah yang baik untuk bersinergi dalam memajukan jurnalisme yang baik.
“Kita tidak dapat memungkiri bahwa model bisnis yang baik membutuhkan jurnalisme yang baik,” ujar Yeni.
Sementara itu Manajer NAMPA Jata Kazondou menyampaikan rasa syukurnya atas terselenggaranya sharing session tentang konten komersial yang merupakan implementasi dari pembaruan MoU antara kedua kantor berita.
“Setelah ditandatanganinya pembaruan MoU antara NAMPA dan ANTARA, kita membutuhkan tanggung jawab kita untuk mengimplementasikan nota kesepahaman di bidang pertukaran berita dan kerja sama teknis itu. Hormat saya atas komitmen yang ditunjukkan untuk melaksanakan MoU itu,” katanya.
Dengan adanya MoU, lanjut dia, NAMPA dan ANTARA dapat terus bersinergi dan berkolaborasi terkait pertukaran berita dan kerja sama untuk meningkatkan pendapatan.
NAMPA, lanjut dia, memiliki mimpi yang sama dengan ANTARA untuk dapat membiayai seluruh biaya operasional melalui pendapatan perusahaan tanpa memiliki ketergantungan yang sangat besar atas dana dari pemerintah (dana pelayanan umum/public service obligation (PSO), red).
“Kami sangat berkomitmen akan hal itu,” kata Kazondou.
Sharing session ini, lanjut dia, dapat dilaksanakan secara berkelanjutan sebagai implementasi dari MoU itu.
“Ada banyak tantangan yang dihadapi oleh kami, sama seperti apa yang dialami oleh ANTARA. Kami kehilangan beberapa pelanggan kami, meskipun demikian kami optimistis kami dapat menarik pelanggan lebih banyak lagi. Adanya tantangan, bisa menjadi peluang bagi kami,” kata Kazondou.
Ia mengatakan pihaknya berusaha untuk terus memenuhi kebutuhan para pembaca.
“Mungkin perbedaan besar antara NAMPA dengan ANTARA yaitu ukuran populasi,” kata dia.
Ia mengatakan Namibia memiliki populasi penduduk sekitar 2,5 juta sedangkan Indonesia memiliki populasi sekitar 270 juta orang.
“ANTARA memiliki pasar yang besar dan Anda dapat menghasilkan lebih banyak uang,” kata Kazondou.
Terkait kemunculan media sosial, ia mengaku tidak khawatir keberadaan media sosial menggerus industri media.
Karena, media itu memproduksi berita yang akurat dan terverifikasi berdasarkan fakta yang terjadi.
“Bagi saya tidak ada berita tanpa kehadiran NAMPA, tidak ada berita tanpa adanya ANTARA. Karena kita memiliki berita yang akurat, sedangkan di media sosial itu banyak rumor,” kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: ANTARA-NAMPA bahas konten kantor berita