Upaya melestarikan sumber mata air di Mataram

id sumber mata air,mataram,pelestarian Oleh Nirkomala

Upaya melestarikan sumber mata air di Mataram

"Aik enggeran" (bahasa sasak Lombok), atau mata air yang ditampung warga di Lingkungan Perigi Dasan Agung, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, sebagai upaya mempertahankan sumber mata air itu, terus mengalir hingga meluap meski sudah dibuatkan kolam penampungan. (ANTARA/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Air menjadi sumber dan memiliki peranan penting dalam setiap kehidupan, sebab kebutuhan hidup terhadap air tidak bisa tergantikan oleh apapun.

Karenanya berbagai upaya dilakukan masyarakat dalam mempertahankan sumber mata air untuk bisa menjamin keberlangsungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya.

Untuk menyelamatkan sumber mata air, salah satu yang dilakukan warga di Lingkungan Perigi Dasan Agung, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan menampung sumber mata air yang sudah ada sejak bertahun-tahun.

Hal itu dimaksudkan untuk menjaga perlindungan, pelestarian, dan mempertahankan keberlangsungan serta keberadaan sumber daya air termasuk daya dukung, daya tampung, dan fungsinya.

Meskipun dari data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram menyebutkan, hingga saat ini Kota Mataram belum pernah dilanda kekeringan, karena secara topografi berada di wilayah hilir, namun warga kota tetap memelihara, melindungi, dan melestarikan sumber mata air tersebut.

Sumber mata air yang dilestarikan warga tersebut berada di aliran Kali Jangkuk sekitar 500 meter dari Jembatan Udayana yang merupakan kawasan hutan Kota Mataram.

Mata air di Kali Jangkuk itu bisa dikatakan sudah berada puluhan tahun bahkan ratusan tahun, karena informasi dari warga sekitar tidak mengetahui secara pasti kapan sumber mata air atau disebut warga sekitar "aik enggeran" itu ditemukan.

Namun warga sekitar menyakini sumber mata air itu berasal dari pohon gambir dan waru berukuran besar di atas Kali jangkuk, serta pohon bambu di sepanjang pinggir kali tersebut.

Sebelum ada bangunan rumah, areal pohon waru dan gambir juga dipenuhi pohon bambu yang diprediksi menjadi sumber mata air.

Mata air yang saat ini berada di bawah bangunan Mushala Al Ikhlas itu, menjadi tempat aktivitas masyarakat sehari-hari untuk mencuci dan mandi.

Selain itu, dulu warga sekitar belum banyak memiliki sumur atau kamar mandi cuci kakus (MCK), sehingga mengandalkan aliran sungai dan mata air yang ada.

Dengan menggunakan alat-alat sederhana atau kearifan lokal, warga menampung sumber mata air tersebut dengan batu-batu besar di sekitar dan drum-drum bekas menjadi sebuah kolam atau "kolah" kecil.

Setiap pagi dan sore, masyarakat dari lingkungan tersebut datang dan rela menunggu secara bergantian untuk bisa beraktivitas mandi dan mencuci di kolam sebab kualitas air di kolam tersebut sangat jernih.

Bahkan tidak jarang warga sekitar juga sengaja membawa wadah berupa ember atau bak untuk membawa air dari kolam untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk masak dan minum.

Selain itu aliran mata airnya sangat deras bahkan terus mengalir meluap meskipun sudah di tampung, sehingga masyarakat bisa sepuasnya mandi dan aktivitas lainnya di pinggir sungai.

Tak heran setiap hari selalu ramai dikunjungi warga. Bahkan ketika terjadi gempa bumi Agustus 2018, hampir semua warga di Kota Mataram terutama di wilayah Dasan Agung membuat tenda di sepanjang pinggir Kali Jangkuk.

Keberadaan sumber mata air itu, sangat dirasakan manfaatnya oleh warga sebab saat itu tidak ada warga yang berani masuk ke rumah karena takut terjadi gempa susulan.

Selain itu, jaringan air bersih dari PT Air Minum Giri Menang saat itu juga mengalami gangguan hingga berdampak pada aliran air yang kotor dan berwarna coklat akibat kerusakan jaringan pipa dampak getaran gempa bumi.

Warga yang akan berangkat bekerja dan anak-anak yang akan berangkat sekolah memilih mandi di kolam sumber mata air, begitu juga ibu-ibu rumah tangga mengambil air untuk memenuhi kebutuhan masak di tenda.

Apalagi, di pinggir Kali Jangkuk itu terdapat mushala untuk memudahkan masyarakat melaksanakan shalat dan ibadah lainnya setelah selesai mandi atau mencuci di kolam mata air itu sekaligus tempat warga berinteraksi, bercanda, bercerita, dan lainnya, sambil menunggu giliran turun mandi ke kolam.

Aliran Kali Jangkuk dulunya sangat jernih sampai ikan-ikan kecil, udang, dan bebatuan kecil di sepanjang aliran sungai tersebut terlihat jelas, apalagi di pagi hari.

Hal itu memberikan suasana dan pemandangan yang sejuk seperti halnya di pedesaan di tambah gemercik aliran mata air yang terus mengalir deras.

Karena itulah, meskipun berada di tengah kota yang menjadi Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, warga di Lingkungan Perigi tetap melestarikan sumber mata air tersebut.

Bahkan ketika Pemerintah Kota Mataram membuat kebijakan untuk membuka jalan inspeksi di sepanjang Kali Jangkuk dari Jembatan Udayana hingga ke Jembatan Dasan Agung sekitar tahun 2015, dengan panjang sekitar satu kilometer, warga setempat tetap tidak mengizinkan pemerintah menutup permanen mata air itu.

Untuk menyelamatkan mata air tersebut, warga meminta Pemerintah Kota Mataram melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram, membuatkan desain dengan konstruksi khusus agar mata air tetap bisa mengalir dan ditampung warga. Meskipun mushala yang ada harus dibongkar.

Akhirnya pemerintah setempat sepakat dengan keinginan warga, untuk tetap menyelamatkan dan melestarikan sumber mata air, dengan membuat dua kolam besar penampungan yang kemudian di alirkan ke bawah kolam penampungan pinggir Kali Jangkuk.

Kolam penampungan mata air yang dibuat pemerintah berada di bawah jalan hotmix pinggir Kali Jangkuk, yang setiap hari lewati warga.

Setelah proses pembukaan jalan inspeksi selesai, barulah warga di lingkungan tersebut bergotong royong untuk menampung secara permanen sumber mata air itu.

Dengan membuat sebanyak enam kolam penampungan dengan kedalaman masing-masing sekitar empat meter, kemudian di buatkan beton, dan tembok penyekat serta pintu agar warga yang mandi di kolam tidak saling lihat.

Dengan demikian, masyarakat yang ingin mandi di kolam tersebut tidak harus saling tunggu, sekali masuk bisa sampai empat orang.

Sementara untuk mengganti mushala yang sudah dibongkar, warga juga bergotong royong dan secara swadaya membangun kembali fasilitas mushala yang lebih representatif.

Mushala tersebut dibangun tepat di atas kolam penampungan sumber mata air, untuk memudahkan warga setelah mandi atau beraktivitas di sungai, mereka bisa tetap melaksanakan shalat lima waktu atau ibadah lainnya di mushala tersebut.

Bahkan ketika ada acara-acara tertentu yang mendatangkan tamu-tamu banyak, rata-rata lebih nyaman turun untuk mandi di kolam kemudian shalat di mushala tersebut.

Warga berharap sumber mata air ini tetap bisa dilestarikan anak cucu selanjutnya agar mereka tahu betapa berharga-nya sebuah mata air.

Jaringan air bersih

Sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan di Kota Mataram, jumlah pengunjung yang memanfaatkan mata air tersebut mulai berkurang.

Kondisi itu terjadi karena pemerintah setempat telah menggencarkan program pola hidup bersih dan sehat (PHBS) serta buang air besar sembarangan (BABS) nol, masyarakat sedikit demi sedikit mulai meninggalkan ketergantungan terhadap mata air tersebut.

Selain itu, pemerintah setempat juga sudah melaksanakan program pembuatan MCK, jamban keluarga, bahkan program sambungan gratis air bersih dari PDAM Giri Menang Mataram.

Namun ketika terjadi pemadaman listrik gangguan jaringan PTAM atau aliran kecil saat beban puncak dan dampak kemarau panjang, masyarakat tetap memilih kembali beraktivitas di kolam mata air tersebut.

Kendati tidak sebanyak dulu yang memanfaatkan sumber mata air ini, tetap harus dijaga dan dilestarikan.

Sementara untuk menjaga ketersediaan air bersih di Kota Mataram dan Lombok Barat saat musim kemarau, PT Air Minum Giri Menang (Perseroda) melalui Bidang Humas setempat menyebutkan, musim kemarau menjadi tantangan rutin, karenanya PT Air Minum Giri Menang (Perseroda) terus mengembangkan strategi antisipatif guna memastikan pasokan air yang stabil bagi masyarakat.

Berdasarkan pengalaman pada tahun 2023, beberapa langkah antisipasi yang telah dilakukan antara lain, pemeliharaan rutin jaringan pipa distribusi dengan pemeliharaan jaringan pipa distribusi ditingkatkan secara intensif untuk memastikan kelancaran aliran air.

Tindakan itu membantu mencegah kemungkinan terhambat-nya pasokan air ke pelanggan.

Kemudian upaya pemantauan sumber mata air 24 jam melalui SCADA (supervisory control and data acquisition) dengan sistem monitoring SCADA, PTAM dapat memantau kondisi sumber air dan reservoir secara "real-time".

Ketika terdeteksi tekanan air di bawah rata-rata, tindakan pengamanan segera diambil dengan mendistribusikan air dari sumber alternatif.

Selain itu, PTAM Giri Memang juga melakukan identifikasi daerah dengan tekanan kritis yakni daerah-daerah yang rentan mengalami tekanan air kritis diidentifikasi secara terperinci.

Kemudian langkah-langkah khusus diambil untuk memastikan pasokan air yang stabil di daerah tersebut.

Upaya lain adalah, dengan pengaturan pengaliran melalui skema buka tutup valve dilakukan secara hati-hati untuk memastikan distribusi air yang merata dan efisien.

Selanjutnya, bantuan injeksi dengan mobil tangki untuk memberikan bantuan injeksi air lebih dari satu kali pada daerah-daerah yang membutuhkan. Langkah ini membantu mengatasi kekurangan pasokan air dengan cepat.

Di samping itu, dilakukan optimalisasi pengaliran melalui sumur bor sesuai dengan jam operasional, memastikan pasokan air yang maksimal selama jam-jam kritis.

Sumur Bor di sepanjang aliran air dari Intake (mata air ) Serepak, Kabupaten Lombok Barat yang dioperasikan antara lain Sumur Bor Langko 1, Langko 2, Bale Duman, Duman, Bhayangkara Residance, Kantor Camat Gunungsari, Sandik, BSA, Bellpark 2 dan Jatisela rata-rata selama 22 jam untuk "mensupport" aliran air dari Intake Serepak yang terkena Musim Kemarau

Menurut Humas PTAM Giri Menang, identifikasi jaringan eksisting yang belum terpetakan juga penting dilakukan terhadap jaringan distribusi guna membantu dalam optimalisasi pengaliran air dan
mencegah potensi kebocoran.

Tindakan-tindakan antisipatif tersebut telah dipersiapkan juga sejak awal tahun 2024. Dengan demikian, PTAM berupaya untuk mencegah keluhan pelanggan dengan mengantisipasi masalah sebelum mereka muncul.

Salah satu sumber air utama yang mengalami penurunan signifikan adalah sungai Serepak Lombok Barat, yang sebagian besar mengaliri wilayah Kecamatan Gunung Sari dan Ampenan.

Berdasarkan data dari tahun-tahun sebelumnya mata air atau intake yang mengalami penurunan drastis yaitu Intake Serepak. Pada kondisi normal Intake Serepak mampu memproduksi air baku sebesar 88 liter per detik dan pada musim kemarau turun menjadi 45-22 liter per detik.

Untuk mengatasi hal ini, PTAM Giri Menang telah memberikan suplai tambahan dengan truk tangki ke daerah-daerah yang kritis.

Di samping itu, PTAM juga mengamati penurunan debit dari mata air Lebah Sempage Lombok Barat. Namun, hal ini masih dapat ditanggulangi dengan menyediakan suplai air tambahan dari sumber alternatif untuk daerah pelayanan Lebah Sempage.

Upaya lainnya adalah dengan cara menambah intensitas pekerjaan pembersihan di setiap intake. Pembersihan intake yang di maksud adalah pembersihan lokasi intake dari sampah dan sedimen-sedimen berupa pasir dan kerikil yang berpotensi menyumbat pipa transmisi sehingga mengganggu aliran air.

Dengan strategi-strategi antisipatif ini, PTAM berharap dapat terus memberikan layanan air yang optimal kepada masyarakat, bahkan dalam kondisi lingkungan yang paling menantang sekalipun.


Mataram bebas kekeringan

Dengan kondisi wilayah yang berada di bagian hilir, menurut BPBD Kota Mataram selama ini Kota Mataram bebas dari ancaman bencana kekeringan.

Meskipun terjadi puncak kemarau dan kemarau panjang, suplai air masih tercukupi untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian.

Kepala Pelaksana BPBD Kota Mataram Mahfuddin Noor mengatakan, berbeda dengan kabupaten/kota lainnya di hulu seperti Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur, di Mataram masih aman dari kekeringan dan pasokan air tercukupi.

"Sampai saat ini, belum ada laporan warga yang tidak bisa mendapatkan air bersih meski pada puncak kemarau," katanya.

Kendati demikian, pihaknya tetap mengantisipasi potensi kekeringan dengan berkoordinasi Dinas Pertanian untuk menyiapkan langkah antisipasi pada areal persawahan yang mengalami kekeringan dengan pembangunan sumur bor.

Kawasan pertanian yang dikhawatirkan kekurangan air saat puncak kemarau biasanya di kawasan Rembiga atau Lingkar Utara. Tetapi sudah diantisipasi dengan pembangunan sumur bor.

Di sisi lain, Pemerintah Kota Mataram juga mengimbau warga di kota itu agar berhemat dalam menggunakan air di saat puncak musim kemarau.

Ancaman El Nino dikhawatirkan berdampak pada ketersediaan air atau kekeringan serta produktivitas pangan.

Mahfuddin mengatakan, dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya dampak kekeringan khususnya kekurangan air di Kota Mataram belum pernah terjadi.

Karena kalau untuk kebutuhan air minum, masak, dan mandi, selama ini di Kota Mataram masih tercukupi kendati saat puncak kemarau.

Termasuk untuk kebutuhan lahan pertanian dan budi daya ikan, sejauh ini masih relatif aman sebab sudah dilakukan langkah antisipasi dengan pembuatan sumur bor dari program Dinas Pertanian.

Kendati demikian, tidak ada salahnya mulai sekarang masyarakat perlu melakukan langkah antisipasi salah satunya bijak menggunakan air.