Indonesia krisis sampah, jadi kewajiban memilah

id Krisis sampah, pemilahan sampah

Indonesia krisis sampah,  jadi kewajiban memilah

Camat Cabangbungin Asep Buchori memimpin penutupan tempat pembuangan sampah liar di Desa Sindangjaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (14/6/2022). ANTARA/Pradita Kurniawan Syah

Jakarta (ANTARA) - Tidak ada satu wilayah perkotaan di Indonesia terbebas dari persoalan sampah karena peningkatan volume sampah tidak sebanding dengan penambahan lahan penampung, baik tempat pembuangan sementara (TPS) maupun tempat pembuangan akhir (TPA).

Keterbatasan angkutan sampah, keengganan membayar iuran sampah, dan etika buruk membuat warga seenaknya membuang sampah di sembarang tempat. Di mana ada sampah teronggok, warga lain dari hari ke hari ikut "urunan" membuang sampah di tempat itu.

Akibatnya, muncul timbunan sampah ilegal di lahan kosong, pinggir jembatan, sampai dengan jalanan umum. Ini mudah didapati di setiap desa dan kelurahan yang dekat dengan perkotaan.

Wilayah megapolitan Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang (Jabodetabek) dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menjadi wilayah dengan beban pengelolaan sampah yang berat.

Keterbatasan armada dan petugas pengangkut sampah dari rumah-rumah warga membuat sebagian pemukiman tidak terlayani atau sengaja tidak membuat pengelolaan sampah sehingga warga membuang sampah di sembarang tempat.

Dalam dua bulan terakhir Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bekasi menutup dua TPS ilegal. Yang pertama pada 17 Mei 2022 di Kampung Kobak Rante, Desa Karang Reja, Kecamatan Pebayuran, sedangkan kedua awal 14 Juni 2022 di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cabangbungin.

Kabupaten Bekasi mempunyai Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012 terkait dengan ketertiban umum di mana pembuang sampah tidak pada tempatnya mendapat ancaman pidana penjara maksimal enam bulan dan atau denda sebesar Rp50 juta sesuai pasal 46 perda itu.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Eddy Sirotim menjelaskan penampungan sampah tanpa mengindahkan sistem pengolahan seperti yang dilakukan pengelola, tidak dibenarkan.

Apalagi, pihaknya sedang menggaungkan program bank sampah di sejumlah wilayah agar sampah-sampah bisa diolah sehingga memiliki nilai ekonomis.

Kabupaten itu mempunyai program memberdayakan masyarakat melalui RT dan RW untuk membuat bank sampah. Sampah rumah tangga dipilah, diolah, dan dimanfaatkan. Residunya dibuang ke TPA Burangkeng, TPA resmi.

Baca juga: DLHK NTB memprediksi timbunan sampah saat MXGP 35 ton

Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Khaerul Hamid mengakui kondisi TPA Burangkeng sudah tidak memadai, sedangkan perbaikan sebenarnya sudah diusulkan. Hanya saja belum mendapatkan titik terang.

Menurut Hamid, perluasan TPA Burangkeng sangat dimungkinkan sebab berdasarkan regulasi, luas TPA Burangkeng 11,6 hektare sedangkan berdasarkan hasil pengukuran Dinas Lingkungan Hidup dengan BPN Kabupaten Bekasi, lahan yang digunakan baru berkisar 9,5 hektare.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi Cecep Noer menegaskan pihaknya mendukung rencana perluasan TPA Burangkeng, bahkan bisa dilakukan tahun ini dengan memanfaatkan APBD Perubahan 2022.

Selain perluasan, perbaikan jalan dan pembuatan dinding pembatas juga bisa dilakukan tahun ini agar sampah tidak meluber ke permukiman warga,

Sudah saatnya Kabupaten Bekasi membangun sistem pengelolaan sampah terpadu di setiap wilayah. Perubahan pola ini dapat mengurangi produksi sampah secara signifikan sehingga sampah yang dibuang ke TPA hanya sebagian kecil dari produksi sampah harian.

Pemilahan sampah

Persoalan volume sampah itu sebenarnya bisa dikurangi dengan program pemilihan sampah dari rumah tangga disertai program lanjutan untuk mengolah sampah terpilah, baik organik maupun anorganik.

Pemilihan sampah rumah tangga ini sudah digaungkan sejak zaman Orde Baru dan selalu muncul wacana setiap peringatan Hari Lingkungan Hidup, tetapi implementasinya jauh di lapangan.

Ini tidak lain karena tidak ada kewajiban setiap rumah untuk memilah sampah sebelum dibuang ke TPS, sedangkan yang ada hanya imbauan, apalagi di setiap TPS juga tidak ada pengelompokan sampah itu.

Di tengah krisis pengelolaan sampah maka sudah saatnya khususnya di wilayah perkotaan, dibuat perda yang memuat aturan setiap rumah wajib melakukan pemilahan sampah. Wajib menyerahkan dua kantong sampah organik dan anorganik ke TPS terdekat.

Keterlibatan PKK dan Karang Taruna menjadi hal penting untuk lanjutan memproses sampah organik karena bisa dikelola sebagai bahan kompos atau bahan baku budi daya cacing dan maggot.

Ilmu budi daya cacing dan maggot mudah diikuti oleh siapa saja melalui media YouTube yang banyak mengulas secara gamblang proses budi daya.

Pemerintah daerah sampai tingkat desa/kelurahan bisa membantu pembinaan, penyediaan bibit, dan pemasaran kompos, cacing, maupun maggot.