Bupati: forum desa inklusi harus berikan perlindungan kelompok rentan

id Desa inklusi ,Lombok Tengah

Bupati: forum desa inklusi harus berikan perlindungan kelompok rentan

Bupati Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, H Lalu Pathul Bahri saat acara pengukuhan Forum Desa inklusi yang dipusatkan di Praya, Jumat (29/7/2022) (ANTARA/Istimewa)

Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Bupati Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat, H Lalu Pathul Bahri mengatakan, melalui forum desa inklusi diharapkan dapat meningkatkan perlindungan kelompok rentan, termasuk perempuan dan anak, serta kelompok minoritas atas hak-hak mereka.

"Terutama dalam mengakses program perlindungan sosial pemerintah Indonesia," kata Bupati Lombok Tengah, H Lalu Pathul Bahri saat acara pengukuhan forum Desa inklusi di Praya, Jumat. 

Bupati menyampaikan terimakasih atas kegiatan implementasi program heal (promote human rights and equality sustainability) untuk mempromosikan HAM dan kesetaraan untuk mencapai keberlanjutan dalam menanggapi dampak pandemi COVID-19.

Pemerintah daerah tidak bisa menutup mata, karena mereka juga masyarakat. Kalau ada masyarakat yang mendapatkan label atau stigma yang menjadikan mereka kesulitan akan hak dasar lainnya, semua yang hadir dalam kegiatan ini menjamin semua kelompok rentan termasuk perempuan dan anak, serta kelompok minoritas Indonesia.

"Khususnya yang berada di Lombok Tengah bisa terpenuhi hak-haknya," katanya. 

Ia mengatakan, era reformasi memiliki cita-cita untuk menciptakan demokrasi di seluruh aspek kehidupan, kedaulatan hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia tanpa diskriminasi. Namun ironisnya, kebebasan itu justru memunculkan tindak kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas. Sebagian warga negara Indonesia yang tergolong dalam kelompok minoritas ternyata belum mendapat perhatian yang serius.

"Kondisi anak dan masyarakat begitu beragam sehingga di antaranya membutuhkan perlindungan khusus," katanya. 

Ia mengatakan, ada anak yang hidup dengan orangtua yang penuh dengan konflik, kondisi lingkungan yang rentan diskriminasi maupun stigmatisasi. Berdasarkan undang-undang nomor 35 tahun 2014 pasal 59, disebutkan bahwa anak dari kelompok minoritas dan terisolasi berhak mendapatkan perlindungan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama dengan anak-anak lainnya. 

Begitu juga dengan perlakuan diskriminasi yang dialami kelompok minoritas seringkali berdampak pada akses layanan yang semestinya didapatkan, seperti hak atas identitas diri, partisipasi, pengasuhan berkualitas, pendidikan, kesehatan dan perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi.

"Anak maupun masyarakat minoritas dan terisolasi dapat berasal dari kelompok masyarakat yang memiliki budaya, kepercayaan dan bahasa berbeda dari kelompok mayoritas. Perbedaan tersebut seringkali membuat mereka rentan memperoleh perlakuan diskriminatif dan kekerasan," katanya.