Palembang, 13/2 (ANTARA) - Panitia Khusus DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, tengah melakukan studi komparatif tentang pengelolaan dana Jaminan Kredit Daerah di Palembang, Sumatera Selatan.
{jpg*2}Studi komparatif itu diawali dengan pertemuan koordinasi dengan unsur Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, di Palembang, Senin. Peserta studi komparatif itu sebanyak 22 orang, terdiri 18 orang anggota DPRD NTB lintas fraksi dan empat orang pendamping dari kesektariatan dan pers.
Wakil Ketua DPRD NTB H Lalu Moh Syamsir, juga ikut dalam rombongan.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyertaan Modal DPRD NTB Bersaing Ardany Zulfikar mengatakan, dari studi komparatif itu akan ada referensi tambahan untuk merampungan raperda tersebut.
"Berbagai hal yang diketahui dari studi komparatif ini akan dijadikan pertimbangan dalam menyempurnakan raperda yang sedang dimantapkan," ujarnya sesaat sebelum pertemuan koordinasi dan silaturahmi pejabat Pemprov Sumatera Selatan, yang digelar di Kantor Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Provinsi Sumatera Selatan. {jpg*3}
Selain itu, Pansus Penyertaan Modal DPRD NTB juga akan berkonsultasi dengan Menteri Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) di Jakarta, yang dijadwalkan Selasa (14/2).
Ardany mengakui, referensi tambahan yang dapat diperoleh dari studi komparatif dan konsultasi dengan Menteri Keuangan dan Kepala Bapepam, akan semakin melengkapi materi raperda pengelolaan Jamkrida NTB Bersaing, yang secara substansial sudah penuhi syarat.
Pembahasan raperda penyertaan modal PT Jamkrida NTB Bersaing itu sudah dilakukan sejak awal 2011.
Pada kegiatan legislasi 2011, DPRD dan Pemprov NTB telah merampungkan pembahasan raperda tentang Perseroan Terbatas (PT) Jamkrida NTB Bersaing, dan raperda tentang penyertaan modal Pemprov NTB pada PT Jamkrida NTB Bersaing.
Kedua rancangan regulasi itu mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 222/PMK.010/2008 tentang Perusahaan Penjamin Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit.
Namun, saat sosialisasi pendirian PT Jamkrida NTB Bersaing beserta regulasi penyertaan modal untuk PT Jamkrida itu, mencuat masalah pendanaan untuk penyertaan modal, sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) itu.
PMK Nomor 222 Tahun 2008 itu mewajibkan jumlah minimum penyertaan modal bagi PT Jamkrida seluruh Indonesia, sebesar Rp50 miliar.
Namun, karena kemampuan keuangan daerah masih lemah, maka Pemprov NTB mengajak pemerintah kabupaten/kota untuk "sharing" anggaran.
Pemprov NTB kemudian mengalokasikan modal awal sebesar Rp15 miliar, dan selebihnya diharapkan dari pemerintah kabupaten/kota, yang ternyata hanya bisa terkumpul sebanyak Rp2,5 miliar atau totalnya hanya sebesar Rp17,5 miliar, sehingga masih jauh dari syarat minimal Rp50 miliar.
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) NTB bersama DPRD NTB kemudian meminta keringanan syarat minimal penyertaan modal bagi PT Jamkrida, hingga terbit PMK Nomor: 99/PMK.010/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 222/PMK.010/2008 tentang Perusahaan Penjamin Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit.
PMK Nomor 99 Tahun 2011 itu menetapkan penyertaan modal minimum sebesar Rp25 miliar, sehingga memungkinkan digapai oleh keuangan daerah.
Karena itu, TPAD dan DPRD NTB kembali menyempurnakan regulasi pendirian PT Jamkrida NTB Bersaing itu yang disesuaikan dengan PMK Nomor 99 Tahun 2011.
Pemprov NTB juga telah mengalokasikan dana pernyertaan modal PT Jamkrida NTB Bersaing sebesar Rp25 miliar dalam APBD NTB 2012, sehingga nilai penyertaan modal tidak lagi menjadi persoalan.
Bahkan, telah ada dukungan dana 'sharing' dari 10 kabupaten/kota yang ada di wilayah NTB masing-masing sebesar Rp1 miliar dan sudah pula dialokasikan dalam APBD 2012. (*)
Keterangan:
Foto Atas: Suasana dalam bus menuju pertemuan studi komparatif Jamkrida di Pelembang, Sumatera Selatan.
Foto Bawah: Jembatan Ampera, yang menghubungkan transportasi di Sungai Musi, Pelembang, Sumatera Selatan.