DERITA WARGA MISKIN PENDERITA KANKER PAYUDARA Oleh Awaludin

id

Tubuh ibu muda yang kurus tinggal tulang terbalut selimut lusuh itu terbaring tak berdaya di atas lantai rumahnya terbuat dari semen beralaskan tikar. Ia tidur sambil mendekap anak ketiganya yang masih berusia 29 hari.

Nurhasanah (25) warga Dusun Sedayu Utara, Desa Kediri Selatan, Kecamatan Kediri, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu nampak sedih. Sesekali ia mengusap air matanya yang menetes di pipinya dengan selimut lusuh yang membungkus tubuhnya.
Penderitaanya semakin terasa berat tidak saja karena menahan rasa sakit akibat penyakit yang dideritanya, tetapi juga beban hidup yang cukup berat. Jangankan biaya berobat, untuk makan sehari-hari pun terasa sangat sulit.
Derita yang dialami Nurhasanah, mungkin juga dirasakan oleh puluhan bahkan ratusan warga miskin di daerah itu yang mengalami kesulitan biaya berobat di rumah sakit.
Menurut hasil diagnosa sementara pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Patut Patuh Patju (Tripat) Kabupaten Lombok Barat, Nurhasanah diduga menderita kanker payudara pada usianya yang masih tergolong muda.
Dua orang anaknya yang sudah berumur 4,5 tahun dan dua tahun dengan setia menemani ibunya yang terbaring lemah. Dua bocah itu hanya bisa terdiam melihat kondisi ibunya yang tak berdaya.
Sesekali kedua bocah itu menyentuh tubuh adik ketiganya yang terpejam di dekapan sang ibu.
Nurhasanah tinggal di sebuah rumah berukuran sekitar 4x3 meter mirip kos-kosan. Ia tinggal bersama suaminya Junaidi yang hanya sebagai buruh bangunan dengan gaji rata-rata Rp25 ribu per hari.
Upah sebesar itu jauh dari cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari anggota keluarganya, terlebih ketika ia harus menghadapi cobaan karena isterinya tercinta mengidap penyakit tergolong cukup berat.
Ibu muda itu merasakan nyeri di payudaranya sejak tiga bulan lalu. Namun, pertolongan medis dari RSUD Tripat baru bisa dirasakan setelah bidan Desa Kediri Selatan Heni, membujuknya untuk berobat ke rumah sakit.
Nurhasanah sebelumnya pernah mendapatkan perawatan dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kediri, namun karena alat-alat medis yang terbatas, pihak puskesmas merujuk ke RSUD Tripat.
Heni yang mendampingi Nurhasanah selama dirawat di rumah, mengaku sebelumnya cukup kesulitan membujuk ibu muda itu untuk menjalani pengobatan medis karena faktor anak-anaknya yang masih berusia bawah lima tahun (balita).
Namun setelah dikomunikasikan dengan baik bersama suaminya, Nurhasanah akhirnya mau dibawa ke puskesmas yang kemudian merujuknya ke RSUD Tripat untuk mendapat perawatan secara intensif.
Bersama suami dan ibunya, Nurhasanah akhirnya tiba di RSUD Tripat pada Jumat (2/3). Ia kemudian langsung diperiksa di ruang unit gawat darurat (UGD) oleh beberapa tenaga medis.
Para petugas medis juga melakukan rontgen untuk memastikan penyakit yang diderita Nurhasanah.
Malang nasibnya, beberapa jam setelah menjalani pemeriksaan dan rontgen Nurhasanah merasa diabaikan. Ia akhirnya pulang dengan penuh rasa sedih karena merasa tidak diperhatikan sebagai warga miskin yang berobat di rumah sakit menggunakan kartu jaminan kesehatan (Jamkesmas) alias berobat dengan biaya tanggungan pemerintah.
"Saya diminta petugas rumah sakit untuk pulang ke rumah padahal saat itu saya tengah butuh perawatan intensif dan seharusnya mendapat perawatan menginap," ujar Nurhasanah dengan mata layu.
Ia mengungkapkan kekecewaannya atas sikap perawat di ruang IGD RSUD Tripat yang sangat sinis, terlebih keluarganya tidak boleh masuk untuk melihat kondisinya.
Junaidi sang suami pun mengaku trauma dan mengaku tidak ingin kembali ke rumah sakit.
Ia pasrah menerima keadaan. Apalagi dirinya tidak bisa setiap hari di rumah sakit menunggu sang isteri sembuh karena harus bekerja mencari rezeki demi menghidupi ketiga anak-anaknya yang masih kecil.
Nurhasanah bahkan telah membuat surat pernyataan tidak mau dibawa kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan.
Heni bidan desa yang juga ikut mendampingi Nurhasanah di rumah sakit prihatin dengan pelayanan yang diberikan pihak rumah sakit terhadap warga miskin.
"Saya tidak tahu persis seperti apa detail perlakuan petugas. yang jelas saya tahunya Nurhasanah diminta pulang, namun pihak rumah sakit meminta agar Nurhasanah dibawah kembali ke rumah sakit untuk menjalani operasi di ruang poli bedah pada Sabtu (3/3)," katanya.
Rasa prihatin juga disampaikan Kepala Dusun Sedayu Utara Ahmad Arfah. Ia mengaku iba atas musibah yang menimpa warganya yang ingin mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia, namun terabaikan.
Menurut dia, petugas medis RSUD Tripat semestinya tanggap memberi pelayanan maksimal kepada Nurhasanah yang sudah dalam kondisi ringkih, meskipun menggunakan Jamkesmas.
"Saya sangat prihatin sekali dengan apa yang menimpa warga saya. Pemerintah semestinya peka dengan kondisi warga miskin seperti Nurhasanah. Sudah sakit parah malah dibebankan lagi dengan perlakuan yang kurang baik," ujarnya.
Ahmad meminta kepada pimpinan daerah dan para wakil rakyat yang duduk di kursi empuk untuk menunjukkan sikap pedulinya terhadap rakyat miskin yang memilih mereka.
"Ada empat anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat yang berasal dari Kecamatan Kediri, tapi sampai sekarang tidak ada satu pun yang mau berempati membantu," ujarnya.

Bantah telantarkan pasien

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) RSUD Tripat dr Ahmad Taufiq Fathoni membantah pihaknya telah menelantarkan Nurhasanah.
Ia menjelaskan, pihaknya meminta Nurhasanah pulang dengan pertimbangan yang bersangkutan memiliki anak bayi yang baru berumur 29 hari, sehingga tidak baik jika ditempatkan di ruang rawat inap kelas 3 bersama pasien dewasa lainnya.
"Itu pertimbangan kami. Tidak ada maksud menelantarkan. Kami juga menyarankan agar Nurhasanah kembali pada Sabtu (3/3) untuk diperiksa lebih lanjut oleh dokter ahli, namun tidak datang," katanya
Fathoni juga menjelaskan alasan mengapa Nurhasanah tidak langsung ditangani oleh dokter bedah pada Jumat (2/3) karena pada waktu bersamaan dokter bedah sedang melakukan operasi pasien lain.
Proses operasi memakan waktu cukup lama sehingga ketika selesai, dokter bedah tersebut lupa dan baru ingat ketika sudah sampai di rumah.
"Itu sebabnya. Namun, kami tetap memberikan kesempatan dengan menyarankan Nurhasanah datang pada Sabtu (3/3) untuk diperiksa dokter bedah, selain karena pertimbangan bayinya," ujarnya.
Fathoni juga belum berani menyimpulkan apakah Nurhasanah benar mengidap penyakit kanker payudara atau tidak karena hasilnya baru diketahui setelah dilakukan uji laboratorium di Denpasar.
Namun, dari ciri-ciri keluhan yang disampaikan Nurhasanah menjurus kepada penyakit kanker payudara.
Meskipun demikian, pihaknya tetap bersedia menampung Nurhasanah untuk menjalani pengobatan secara intensif karena memiliki kartu jamkesmas.
"Kami juga bisa memfasilitasi jika harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Nusa Tenggara Barat (NTB) karena di rumah sakit kami memang belum tersedia alat memadai untuk pasien penderita kanker payudara," katanya.
Kekecewaan warga miskin terhadap pelayanan pihak rumah sakit milik pemerintah bukan kali ini saja terdengar.
Semoga apa yang dialami Nurhasanah menjadi pelajaran bagi semua pengelola rumah sakit pemerintah untuk tidak selalu menomorduakan warga miskin yang memiliki hak sama dengan warga yang memiliki rupiah melimpah dalam mendapatkan perawatan medis secara maksimal.
(*)