MENGHAPUS KEMISKINAN DI NTB DENGAN DESA MAPAN Oleh Awaludin

id

     Mataram, 21/3 (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang atau 12,49 persen, dari total jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta lebih.
     Pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus bekerja keras dengan berbagai programnya untuk menekan jumlah penduduk miskin yang sebagian besar berada di wilayah pedesaan.
     Tidak terkecuali Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang juga memiliki penduduk miskin relatif banyak, yang berdasarkan data BPS NTB, hingga Maret 2011 mencapai 894.770 jiwa atau 19,73 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 4,4 juta jiwa.
     Meski jumlah itu berkurang jika dibandingkan data Maret 2010 yakni sebanyak 1.009.352 jiwa, atau 21,55 persen, namun berbagai terobosan terus dilakukan oleh pasangan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi dan Wakil Gubernur H Badrul Munir, agar jumlah penduduk miskin terus bergeser ke arah bawah.
     Upaya menekan angka kemiskinan sudah menjadi program wajib dan menjadi tolak ukur keberhasilan kerja bagi setiap kepala daerah yang memiliki penduduk miskin relatif banyak.
     Selain itu, pembiaran kemiskinan dapat menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang lain, seperti kejahatan, kelaparan, putus sekolah, kurang gizi, rentan penyakit dan tekanan jiwa.
     Warga yang berada di garis kemiskinan cenderung tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya seperti pangan, sandang dan papan. Kondisi itu akan berimplikasi juga pada kesehatan, terutama anak-anak akan menderita gizi kurang dan gizi buruk.
     Di NTB, masih dijumpai beranekaragam permasalahan gizi seperti gizi lebih, gizi kurang dan gizi buruk. Status gizi masyarakat bisa dilihat dari masalah gizi lebih, gizi kurang dan gizi buruk dalam tiga tahun terakhir yang cenderung menurun.
     Dalam penanganan masalah terkait pangan dan gizi, beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain, adalah rendahnya daya beli masyarakat dan perilaku sosial budaya yang tidak menunjang kesehatan masyarakat.
     Masih relatif tingginya angka kemiskinan, terbatasnya aksesibilitas pangan pada keluarga miskin, rendahnya kesadaran lingkungan bersih, melemahnya partisipasi masyarakat, tingginya penyakit infeksi dan belum memadainya pola asuh anak serta rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan perlu ditangani secara seksama.
     Semua masalah itu memerlukan kerja sama yang optimal lintas sektor dan lintas program serta keterlibatan organisasi kemasyarakatan serta peran aktif masyarakat sendiri.          
     Pencapaian peningkatan perbaikan gizi masyarakat NTB ditandai dengan menurunnya persentase bayi bawah lima tahun (balita) yang tubuhnya sangat pendek dan balita pendek dari 42,63 persen pada tahun 2010 ditargetkan turun menjadi 36,63 pada tahun 2015.
     Demikian juga dengan kasus gizi buruk. Data Dinas Kesehatan Provinsi NTB mencatat jumlah bayi bawah lima tahun yang menderita gizi buruk pada 2011 sebanyak 891 orang atau lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 750 anak.
     Pemerintah Provinsi NTB mentargetkan jumlah balita penderita gizi buruk turun menjadi 2,51 persen pada tahun 2015 dan persentase balita gizi kurang sebesar 20,11 persen pada tahun 2010 ditargetkan turun menjadi 15,04 persen pada tahun 2015.

    
                                    Desa Mandiri Pangan
    
     Salah satu upaya Pemprov NTB mengurangi kemiskinan penduduk terutama dari segi peningkatan gizi masyarakat adalah dengan membentuk Desa Mandiri Pangan atau "Desa Mapan".
     Desa Mapan merupakan salah satu program Kementerian Pertanian yang dilaksanakan oleh seluruh Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang ada di 33 provinsi di Indonesia, termasuk Provinsi NTB.
     Desa Mapan adalah desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi dengan memanfaatkan sumber daya setempat secara berkelanjutan.
     Program aksi Desa Mapan dilaksanakan di desa-desa terpilih yang mempunyai rumah tangga miskin minimal 30 persen dari total jumlah penduduknya sehingga risiko rawan pangan dan gizi buruk dapat teridentifikasi.
     Melalui program aksi Desa Mapan diharapkan masyarakat desa mampu memproduksi dan memenuhi produk-produk pangan yang dibutuhkan dengan didukung unsur-unsur sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, permodalan, sarana dan prasarana, sehingga dapat mengurangi risiko kerawanan pangan dan dapat menciptakan ketahanan pangan di dalam lingkup desa.
     Kepala BKP NTB Hj Husnanidiaty Nurdin, mengatakan, program Desa Mapan memiliki dua fungsi ganda, yakni membangun ekonomi masyarakat pedesaan sekaligus membangun pertanian.
     "Dalam program desa mandiri pangan tersebut, masyarakat kurang mampu dilibatkan sepenuhnya dalam berbagai bidang usaha, seperti usaha bakulan dan lain sebagainya melalui pemanfaatan dana bantuan sebesar Rp100 juta kepada masing-masing Desa Mapan," katanya.
     Dana bantuan tersebut sebagian besar diarahkan untuk membina para kelompok tani dan kelompok wanita tani dalam mengembangkan usaha ekonomi produktif yang pada akhirnya bisa meningkatkan taraf hidup petani di wilayah pedesaan, sehingga keluar dari garis kemiskinan.
     Sejak mulai dibentuk pada 2006 hingga 2012, jumlah Desa Mapan di NTB yang sudah terbentuk sebanyak 199 desa/kelurahan dengan rincian sebanyak 30 desa/kelurahan masih dalam tahapan persiapan, tahapan penumbuhan sebanyak 10 desa/kelurahan, tahapan pengembangan 49 desa/kelurahan, mandiri 28 desa/kelurahan dan pasca mandiri sebanyak 82 kelurahan/desa.
     Jumlah kepala keluarga (KK) penerima manfaat desa mandiri pangan mencapai 25.640 KK yang tergabung dalam 935 kelompok afinitas.
     Bila asumsi per KK ada empat jiwa, maka penerima manfaat dari Desa Mapan adalah 105.560 jiwa. Semuanya dari keluarga kurang mampu.

    
                           Peran penyuluh pertanian
    
     Berdasarkan hasil evaluasi Universitas Mataram (Unram) terhadap program Desa Mapan, sebanyak 110 atau 65,09  persen dari total desa/kelurahan mandiri pangan yang sudah terbentuk menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
     Hal itu dapat dilihat dari berkembangnya usaha ekonomi produktif berbasis sumberdaya lokal, berkembangnya layanan permodalan, meningkatnya daya beli dan akses pangan rumah tangga.
     Keberhasilan menumbuhkan Desa Mapan tidak lepas dari peran tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL) yang difungsikan sebagai petugas pendamping Desa Mapan dengan pertimbangan mereka lebih mengetahui dan memahami kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat di desanya.
     Menurut Husnanidiaty, salah satu peran dan fungsi dari PPL adalah memfasilitasi dan ikut serta membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat di daerah rawan pangan.
     "Karena biasanya daerah itu terbatas sumber daya daya manusianya sehingga perlu dibina dan ditingkatkan," katanya.
     Menurut dia keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengembangan Desa Mapan tergantung dari kemampuan para pendamping di tingkat lapangan, dalam hal ini PPL.
     Untuk memperkuat kompetensi para tenaga penyuluh pertanian dalam menggerakkan masyarakat pedesaan, mereka diberikan pelatihan guna meningkatkan kemampuan dalam membina masyarakat penerima bantuan.
     "PPL tersebut nantinya mendapat uang operasional setiap bulan. Kami akan tetap mengawasi dan mengevaluasi kinerjanya. Kalau ternyata desa/kelurahan yang mendapat bantuan tidak maju, kami akan ganti PPL," kata Husnanidiaty.

    
                           Angka kemiskinan menurun

     Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat meyakini, berbagai upaya dan kebijakan yang dilakukan seperti dengan melanjutkan program Desa Mapan bisa mengurangi kemiskinan sebesar dua persen setiap tahun yang juga didukung aktivitas kelompok simpan-pinjam yang makin menguat dan berdampak langsung terhadap ketahanan ekonomi keluarga.
     Dari 894.770 jiwa penduduk miskin di NTB (data Maret 2011), yang berada di perkotaan tercatat sebanyak 448.138 jiwa atau 23,67 persen dari total penduduk miskin di NTB, sedangkan di daerah pedesaan berjumlah 446.632 jiwa atau 16,90 persen.
     Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) NTB H Soedaryanto, mengatakan, penurunan angka kemiskinan di wilayah NTB relatif baik jika dibandingkan dengan rata-rata nasional yang mengalami penurunan hanya 0,84 persen selama periode Maret 2010 hingga Maret 2011.
     Secara nasional, jumlah penduduk Indonesia yang terangkat dari garis kemiskinan mencapai 14,7 juta jiwa dari total 230 juta penduduk. Namun, penduduk Indonesia yang jatuh miskin mencapai 13,2 juta jiwa, sehingga selisihnya hanya 1,5 juta sebagai nilai pengurangan angka kemiskinan.
     Berbeda dengan NTB dimana penduduk yang terangkat dari garis kemiskinan lebih banyak dari penduduk yang jatuh miskin.
     Pemerintah Provinsi NTB juga berharap pemerintah kabupaten/kota konsisten dengan target pengurangan angka kemiskinan yang disepakati dalam pertemuan bedah kemiskinan awal tahun lalu.
     Sebagian besar kabupaten/kota di wilayah NTB sepakat mengikuti pengurangan angka kemiskinan yang ditargetkan Pemprov NTB yakni dua persen setahun, yang dimulai pada 2011.
     Namun, kabupaten/kota tertentu seperti Kota Mataram menargetkan lebih dari dua persen pengurangan angka kemiskinan yakni tiga persen. Sementara Kabupaten Sumbawa Barat menargetkan pengurangan angka kemiskinan di 2011 sebanyak 3,5 persen.
     Target pengurangan angka kemiskinan itu tentunya sangat diharapkan oleh masyarakat bukan sekadar angka di atas kertas saja.
     Program yang nyata untuk membantu dan membela penduduk miskin lepas dari kesengsaraan dan penderitaan seharusnya adalah keniscayaan bagi negara merdeka ini. (*)