Peraturan Menag jadi acuan cegah kekerasan seksual

id DPR RI,Peraturan Menteri Agama

Peraturan Menag jadi acuan cegah kekerasan seksual

Ilustrasi - Petugas menggiring tersangka Moch Subchi Azal Tsani (kedua kiri) seusai rilis kasus di Rutan Klas I Surabaya di Medaeng-Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (8/7/2022). Polda Jawa Timur menangkap Moch Subchi Azal Tsani yang menjadi tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap sejumlah santriwati di Pondok Pesantren Siddiqiyyah, Ploso, Jombang. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/hp.

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI Nurhuda Yusro menilai Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tahun 2022 tentang Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kementerian Agama menjadi acuan dalam pencegahan kekerasan seksual.

"PMA tersebut menjadi acuan bagi 'stakeholder' untuk mencegah tindak kekerasan seksual. Kami sangat prihatin berbagai kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan pendidikan keagamaan," kata Nurhuda di Jakarta, Rabu.

Dia menyambut baik terbitnya PMA karena maraknya kekerasan seksual di bawah satuan pendidikan keagamaan memang harus direspons cepat dengan regulasi.

Hal itu, menurut dia, karena turunan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sudah lama ditunggu masyarakat. Dia menilai seharusnya pendidikan keagamaan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.

"Pendidikan keagamaan yang mengajarkan akhlak dalam beberapa kasus malah justru menjadi pelaku rusaknya akhlak. Ini jadinya tidak bisa dipegang antara pernyataan saat mengajar dengan kelakuannya, lalu bagaimana bisa menjadi panutan," ujarnya.

Nurhuda menilai dari sisi substansi, PMA sangat baik karena memasukkan 16 kategori kekerasan seksual sehingga harus segera disosialisasikan kepada masyarakat. Menurut dia, tidak jarang regulasi dibuat namun tidak diketahui masyarakat sehingga peran serta publik sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. "Kami berharap ke depan seluruh elemen pendidikan keagamaan mampu meningkatkan kesadaran agar lebih fokus pada kegiatan pendidikan. Mereka bisa saling mengingatkan terhadap gejala-gejala yang mengarah pada kekerasan seksual. Dengan demikian bisa dicegah sejak dini sebelum kejadian," katanya.

Nurhuda mengatakan PMA tersebut merupakan upaya pemerintah untuk merespons cepat kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan. Namun, dia mengatakan jika kebijakan tersebut tidak efektif maka harus dievaluasi lagi di mana titik lemahnya.

Baca juga: Kemenag buka 1.000 beasiswa non-gelar guru agama
Baca juga: Pemda Lombok Tengah-Kemenag mewujudkan balita sehat


Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kementerian Agama.

Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 itu berlaku setelah diundangkan pada 6 Oktober 2022. PMA tersebut mengatur satuan pendidikan harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum, pembelajaran, penyusunan prosedur operasional standar pencegahan, dan pengembangan jejaring komunikasi.