PENYAKIT CVPD PADA TANAMAN JERUK BISA DIKENDALIKAN

id

         Yogyakarta, (ANTARA) - Penggunaan bibit yang bebas penyakit, minyak mineral dan aplikasi insektisida sistemik direkomendasikan untuk mengendalikan penyakit citrus vein-phoem degeneration (CVPD) yang menyerang tanaman jeruk di Indonesia.

        Rekomendasi tersebut tertuang dalam hasil penelitian kerjasama antara Pusat Riset Pertanian Internasional Australia (ACIAR) dengan Universitas Gajah Mada dan Departemen Pertanian yang diungkapkan selama press tour di kawasan ujicoba di Purworejo (20/4).

        Hadir dalam acara tersebut antara lain Manajer ACIAR untuk Indonesia Julien de Meyer, Pejabat Humas ACIAR Indonesia Mirah Nuryati dan Ahli Patologi Tanaman, Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Siti Subandiyah.

        Prof. Subandiyah mengemukakan, dalam pengadaan bibit tanaman, masalah yang dihadapi adalah ketersediaan bibit bersertifikat, sementara minyak mineral yakni produk turunan minyak bumi dengan rantai karbon C21 dan C24 sejauh ini belum diproduksi di dalam negeri.

        Pengendalian CVPD atau dikenal sebagi penyakit "huanglongbin" atau penyakit tunas kuning atau "citus greening", menurut Subandiyah, yang paling efektif adalah melalui aplikasi insektisida sistemik (imidacloprid) yang dapat diserap oleh seluruh bagian tanaman.

        Cara lain yang direkomendasikan, sambungnya, dengan melakukan penanaman selingan antara dua varietas jambu batu dan jambu sukun dengan tanaman jeruk atau dengan penanaman pada lahan berketinggian
lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut.

        Penanaman bibit bebas penyakit, berdasarkan hasil penelitian tersebut, mutlak dilakukan sebagai langkah awal pengendalian CVPD, sementara pengendalian hama diperlukan saat pertumbuhan tunas-tunas baru  atau pada masa-masa trubus tanaman.

        CVPD atau Huanglongbin menyerang tanaman jeruk di kawasan Asia dan Afrika, bahkan pada 2004 mulai menyebar di kawasan Florida, Caroline Selatan dan Lousiana, AS, Brazil dan Kuba.

        Di Asia penyakit tanaman jeruk ini disebabkan oleh bakteri 'candidatus Liberibacter asiaticus" yang tumbuh di pembuluh floem tanaman inangnya, sementara vektor penyebarnya adalah serangga kutu daun yakni Diaphorina citri (di Asia) dan Trioza erytreae (di Afrika).

        Penyakit CVPD menyerang 50 sampai 100 persen areal tanaman jeruk di berbagai wilayah di Indonesia.

        Dari peninjauan di lahan ujicoba milik petani, H. Toil di Desa Pekutan, Purworejo yang ditanami 20 spesies tanaman, terungkap bahwa CVPD paling banyak menyerang tanaman kemuning Jepang dan kemuning Jawa, selain tanaman koja serta berbagai jenis tanaman jeruk.

        Menurut dia, sejumlah petani jeruk di wilayah Purworejo mengalami trauma dan kadang-kadang  putus asa akibat mewabahnya serangan CVPD pada tanaman jeruk yang semula menjadi tumpuan penghasilan mereka di kawasan tersebut.

        Sementara itu, dalam peninjauan ke lahan ujicoba di desa Botodalemen, juga di Purworejo, tanaman jeruk yang disemprot dengan  minyak mineral tampak bisa bertahan dari serangan penyakit CVPD.

        ACIAR adalah badan yang merupakan bagian program kerjasama pembangunan yang dikelola pemerintah Australia yang telah berkiprah 25 tahun di Indonesia, khususnya di sektor pertanian seperti penelitian penyakit tanaman, budidaya, aplikasi kebijakan serta bimbingan akses pasar bagi petani.

        Untuk tahun 2009 saja, ACIAR mengalokasikan dana sekitar 10,9 juta dolar AS untuk membiayai berbagai program di Indonesia mulai dari peningkatan akses pasar  ekspor produk pertanian di P. Jawa sampai program ketahanan pangan (ubi jalar) bagi masyrakat yang bermukim di dataran tinggi di Papua. (*)