DPR tegaskan tak ada lembaga mana pun bisa mendikte hukum RI

id KUHP, DPR, Dave Laksono, PBB ,HAM

DPR tegaskan tak ada lembaga mana pun bisa mendikte hukum RI

Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono. ANTARA/Imam B.

Jakarta (ANTARA) -

Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno menegaskan tidak ada lembaga atau negara mana pun yang bisa mendikte hukum Indonesia. "Tidak ada lembaga atau negara mana pun yang memiliki otoritas untuk mendikte hukum kita. Semua kebijakan kita itu harus kita menentukan tidak bisa di-drive (disetir) negara asing," kata Dave di Jakarta, Senin.
Dave mengemukakan itu ketika merespons pernyataan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengkritik pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi undang-undang.
Anggota DPR RI ini berpandangan bahwa Indonesia adalah negara berdaulat untuk memutuskan sendiri hukum di dalam negeri. Ia menegaskan bahwa Indonesia memiliki ahli hukum yang banyak dan pembahasan revisi KUHP relatif lama.
"Ini kedaulatan kita membahas dan memutuskan UU kita sendiri, kita tidak mempermasalahkan UU negara lain. Dan ini tidak menginjak-injak hak asasi siapa pun karena justru ini bakal melindungi kalau mempelajarinya secara detail," katanya dalam keterangan tertulisnya.
Bila ingin memberi masukan, lanjut Dave, adalah hal yang lumrah. Akan tetapi, hak Indonesia untuk menerima atau tidak menerima masukan tersebut. Apakah melanggar hukum HAM internasional? Dave tak sependapat. Kehadiran KUHP baru, justru warga asing di Indonesia mendapat perlindungan.

Ketum PPK Kosgoro 57 ini meminta seluruh negara asing yang memiliki perwakilan di Indonesia untuk mempelajari detail isi KUHP tersebut. "Saya mengimbau negara-negara asing yang ada perwakilannya di Indonesia sebaiknya mempelajari terlebih dahulu isi substansi aturan tersebut daripada mengkritisi tanpa basis yang kuat," kata Dave.
Dalam siaran resminya, PBB mengaku prihatin terkait dengan adopsi ketentuan tertentu dalam KUHP yang direvisi tampaknya tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan HAM.

Baca juga: Komisi III DPR: pasal perzinaan KUHP delik aduan absolut
Baca juga: Komisi X DPR lanjutkan pembahasan draf RUU Kepariwisataan

"Hal itu termasuk hak atas kesetaraan di hadapan hukum dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Hak atas privasi serta hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan kebebasan berpendapat dan berekspresi," tulis penyataan PBB, Kamis (8/12).
Berbagai potensi pelanggaran hak pada masyarakat sipil disoroti oleh PBB, termasuk KUHP yang dinilai bertentangan dengan hukum internasional tentang HAM. "PBB khawatir beberapa pasal dalam KUHP yang direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia. Beberapa pasal berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik dan melanggar kebebasan pers," tulis pernyataan itu.