Tanjungpinang (ANTARA) - Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan diplomasi internasional dalam pengelolaan perbatasan berbasis maritim, kata pengamat hubungan internasional Dr. Sayed Fauzan di Tanjungpinang, Selasa.
"Diplomasi internasional dapat meredusir prasangka negatif dari publik di dalam negeri dan pemerintah negara lain yang memiliki kepentingan terhadap perairan di perbatasan Indonesia, seperti yang berada di Kepulauan Riau," ucap Sayed.
Dosen pada Jurusan Hubungan Internasional Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang itu menjelaskan bahwa diplomasi internasional yang baik akan memperkuat posisi Indonesia dalam pengelolaan perbatasan. Diplomasi internasional yang dilakukan pemerintah pusat harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah yang berbatasan dengan negara tetangga.
Komunikasi internasional di Indonesia, kata dia, harus senada antara pemerintah pusat dengan pemda. "Itu sebenarnya sudah berjalan. Namun, perlu koreksi atau evaluasi agar diplomasi internasional membuahkan hasil yang positif," ujarnya.
Sayed menuturkan bahwa Indonesia membutuhkan dukungan negara tetangga dalam pengelolaan perbatasan untuk memperkuat aspek pertahanan keamanan dan perekonomian. Diplomasi internasional akan memberi jalan yang lebih mudah bagi Indonesia untuk mendapatkan dukungan yang maksimal dari internasional.
"Banyak negara yang memiliki kepentingan terhadap perairan Indonesia yang berbatasan dengan berbagai negara karena merupakan jalur pelayaran internasional sehingga memang dibutuhkan kolaborasi antarnegara agar aktivitas di perairan perbatasan tersebut berjalan aman," ujarnya.
Selain diplomasi internasional, Sayed berpendapat bahwa pemerintah Indonesia perlu mengubah taktik dalam pengelolaan perbatasan. Selama ini, orientasi pengelolaan perbatasan masih berbasis daratan, padahal Indonesia negara maritim.
Baca juga: Indo Defence 2022 perkuat implementasi RMA
Baca juga: Proses benang merah dalam kain tenun Indonesia dan Jepang
Di Kepri, misalnya, pemerintah baru membangun satu pos lintas batas negara di Serasan, Kabupaten Natuna. Padahal, Kepri memiliki 22 pulau terdepan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Kamboja. Kepri juga memiliki perairan yang berada di Selat Malaka dan Selat Philip.
Posisi strategis Kepri di utara Indonesia menyebabkan wilayah ini menjadi jalur pelayaran internasional. Dalam posisi ini, lanjut dia, perairan perbatasan memiliki potensi perekonomian berskala internasional. Namun, aksi kejahatan kerap terjadi di perairan perbatasan Kepri, seperti jalur transit narkoba, penjualan orang, penyeludupan barang dan pencurian ikan.
Kondisi itu menyebabkan pemerintah Indonesia perlu mengubah strategi dalam menjaga kedaulatan NKRI dengan tidak semata-mata aspek pertahanan, tetapi juga keamanan. "Sampai sekarang pemerintah Indonesia masih fokus pada aspek pertahanan. Saya berharap harus mulai mengatur strategi keamanan sehingga dapat mencegah aksi kejahatan, dan mengubah perairan perbatasan menjadi kawasan yang aman," katanya.
Berita Terkait
Pengamat: Polri berhasil ciptakan situasi kondusif selama pilkada
Kamis, 28 November 2024 5:14
Penindakan tambang ilegal diharapkan tetap sesuai ketentuan
Sabtu, 23 November 2024 6:19
Polri perlu tegakkan hukum di kasus polisi tembak polisi
Sabtu, 23 November 2024 5:59
Pengamat Hukum pertanyakan RUU Perampasan Aset tak masuk Prolegnas Prioritas
Jumat, 22 November 2024 18:18
Pengamat: RUU Pengampunan Pajak bukti tidak serisunya DPR brantas korupsi
Jumat, 22 November 2024 13:22
Pengamat menyoroti formulasi bahasa pada pernyataan bersama RI-China
Jumat, 22 November 2024 5:16
Pemangkasan penghambat lifting migas penting bagi investasi
Kamis, 21 November 2024 8:27
Presiden Prabowo mampu mewujudkan Indonesia swasembada energi
Kamis, 21 November 2024 4:59