Status internasional bandara lombok dipertanyakan

id bandara, sumbawa barat, pariwisata

Status internasional bandara lombok dipertanyakan

Bandara Internasional Lombok (ist) (1)

Saya merasa tidak nyaman berada di BIL. Bandara yang berkelas internasional ini ruang tunggunya hanya satu dan masih kurang tempat duduk serta di dalam ruangan tersebut cukup panas. Karena itu standar internasional yang dimiliki bandara ini perlu dip
     Mataram,  (Antara Mataram) - Tak terasa Bandara Internasional Lombok (BIL) di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah itu telah beroperasi selama satu setengah tahun. Banyak kemajuan yang berhasil dicapai.
     Namun sebagai bandara yang baru seumur jagung, tak dapat dipungkiri masih banyak kekurangan. Dari sisi kelengkapan fasilitas masih banyak yang perlu dipenuhi, demikian juga soal ketertiban di kawasan bandara.
     Kondisi itu memunculkan berbagai keluhan mulai dari pedagang yang menggelar dagangannya di kawasan bandara, kebersihan bandara dan para sopir mobil travel yang "mengejar" para penumpang yang baru keluar dari bandara.
     Bandara ini memang belum mampu memberikan kenyamanan dan pelayanan maksimal kepada para penumpang angkutan udara. Ramainya para pengantar maupun penjemput penumpang juga menjadi persoalan lain di bandara Lombok ini.
     Berbagai kekurangan BIL itu menjadi sorotan sejumlah anggota Komisi V DPR RI yang berkunjung ke bandara tersebut Senin (15/4). Bahkan para wakil rakyat meminta agar status internasional yang disandang bandara Lombok itu ditinjau ulang.
    Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sadarestuwati menyoroti kualitas pelayanan di BIL yang keluhkan banyak penumpang, karena itu harus mendapat perhatian dari PT Angkasa Pura sebagai operator bandara ini.
    "Saya merasa tidak nyaman berada di BIL. Bandara yang berkelas internasional ini ruang tunggunya hanya satu dan masih kurang tempat duduk serta di dalam ruangan tersebut cukup panas. Karena itu standar internasional yang dimiliki bandara ini perlu dipertanyakan," katanya.
    Karena itu, katanya, kualitas pelayanan bandara perlu ditingkatkan guna memberikan rasa aman dan nyaman kepada para penumpang. Fasilitas yang ada di bandara ini harus sesuai standar internasional.
    Anggota Komisi V DPR RI lainnya Josef A. Nae Soi menilai fasilitas yang dimiliki bandara ini belum memenuhi standar sebagai bandara yang berkelas internasional, karena masih ada kekurangan yang perlu dilengkapi.  
    Karena itu menurut anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar status internasional pada Bandara Lombok ini perlu ditinjau karena hingga kini belum memenuhi kriteria sebagsi bandara berkelas internasional, karena hingga kini belum bisa didarati pesawat besar sejenis Boeng 747.
    "Kalau itu belum terpenuhi harus ditinjau ulang, jika tetap ingin digunakan harus memenuhi kriteria intrnasional. Karena itu  PT Angkasa Pura I harus membuat 'company operation manual' (COM) dan ini harus dipenuhi," katanya pada saat rapat dengan jajaran PT Angkasa Pura I di BIL di Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Senin (15/4).
    Karena itu, katanya, landasan pacu BIL harus segera diperpanjang untuk memenuhi kriteria internasional tersebut. Saat ini panjang runway Bandara Lombok 2.750 meter dengan lebar 40 meter, sehingga tidak bisa didarati pesawat jenis Boeing 747.
    Dia mengatakan, mengacu pada UU No. 1/2009 tentang nerbangan, pembangunan landasan pacu bandara itu merupakan tugas  negara. Jadi yang harus membangun adalah pemerintah.
    Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Yoseph Umarhadi menyoroti soal keamanan penerbangan. Jangan sampai terulang kembali kasus kecelakaan pesawat LionAir.
    "Terlepas apakah kecelakaan itu akibat kesalahan manusia atau karena kurangnya fasilitas keselamatan penerbangan yang jelas keamanan penerbangan harus menjadi prioritas pertama dan utama. Saya ingin penyebab kejadian di Bali dipelajari agar kasus serupa tidak terulang," ujarnya.
    Dalam hal ini, kata Yoseph, alat keselamatan penerbangan menjadi prioritas di semua bandara termasuk di Bandara Lombok. Dengan kejadian di Bali dunia menyoroti industri penerbangan di Indonesia.
    Wakil Ketua Komisi V DPR RI H Muhidin Muhamad Said juga menyoroti keberadaan BIL sebagai bandara internasional terutama dari sisi kelengkapan fasilitas yang masih banyak dikeluhkan pengguna jasa angkutan udara.
    Terkait dengan perpanjangan landasan pacu bandara ini telah diinstruksikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono termasuk pembangunan terminal haji.
     "Ini yang harus kita lihat apakah sudah dilaksanakan oleh PT Angkara Pura dan bagaimana cara untuk menyelesaikannya," ujarnya.
     Namun ia kurang sependapat mengenai perlunya ditinjau ulang status internasional pada BIL. Hanya saja sebagai bandara internasinal Bandara Lombok harus memenuhi berbagai persyaratan standar.
     "Itu tidak perlu, namun kalau BIL merupakan bandara internasional, maka konsekuensinya fasilitas tersebut harus dipenuhi oleh PT Angkasa sebagai operator bandara," kata .
     Mengenai perpanjangan landasan pacu masih ada permasalahan, karena ada peraturan presiden yang menyatakan bahwa seluruh bandara yang dioperasikan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN),  negara dalam hal ini Kementerian Perhubungan tidak bisa menganggarkan dana untuk keperluan tersebut.
     Karena itu, kata Muhidin, pihaknya akan meminta kepada Menteri Perhubungan dan Menteri BUMN untuk mencari solusi agar landasan pacu Bandara Lombok bisa sesegera mungkin memperpanjang sesuai dangan instruksi presiden.
     Direktur Operasional dan Teknik PT Angkasa Pura I Yushan Sayuti
menanggapi pernyataan para anggota Komisi V DPR Ri itu mengatakan perpanjangan landasan pacu BIL sudah tertuang dalam perencanaan, pada phase II (2016-2028).
     Ia mengakui Pemerintah daerah di NTB juga menginginkan agar runway BIL segera perpanjangan "runway" BIL. Namun sampai saat ini, belum ada permintaan dari maskapai yang menggunakan Boing 747.
     Menurut Yushan, untuk memperpanjang landasasan pacu BIL itu harus memperhitungkan apakah akan ada maskapai yang membutuhkan terutama yang akan mendaratkan pesawat jenis pesawat besar, seperti Boeing 747.      
     Permintaan dari maskapai itu, menurut dia, penting jangan sampai setelah diperpanjang nanti tidak ada maskapai penerbangan yang akan mengoperasikan jenis pesawat besar yang membutuhkan landasasan pacu tersebut.  
 
                             Boeing 747
    "Hingga kini, di kantor pusat belum ada yang mengajukan permintaan untuk pendaratan Boeing 747. Karena itu kami masih menunggu permintaan dari maskapai, karena kami harus menghitung bisnis, apalagi Angkasa Pura ini perusahaan bandar udara," ujarnya.
    PT Angkasa Pura dituntut oleh Kementerian Keuangan untuk mendapatkan keuntungan walaupun harus memperhatikan hal-hal yang bersifat sosial.    
    Ia mengatakan bahwa BIL masih bisa didarati pesawat Airbus yang bisa mengangkut 360 penumpang. Sebenarnya bandara ini secara teknis masih mampu didarati pesawat besar, termasuk Boeing 747, namun tidak  bisa maksimum take off  weight atau maksimum landing weight.
    "Jadi, kami menunggu permintaan dari maskapai yang akan mendaratkan pesawat Boeing 747, baru landasan pacu diperpanjang. Saat ini, panjang runway BIL 2.750 meter," katanya.
    Hingga setahun lebih beropersi BIL, menurut Yushan, pihaknya masih rugi. Pada tahun 2012, kerugian mencapai Rp49 miliar.
    Yushan mengakui hingga kini masih banyak kekurangan BIL baik dari sisi kelengkapan fasilitas bandara, kenyamanan, ketertiban maupun kebersihan.
    Salah satu bentuk gangguan yang hingga kini masih kerap terjadi, menurut dia, adalah pagar BIL sengaja dibolongi oleh masyarakat agar bisa melihat pesawat dari jarak lebih dekat, ini mempengaruhi keamanan bandara.
    "Petugas pengamanan bandara atau security aviation selalu melakukan pengecekan dan jika ada pagar yang bolong kita segera memperbaiki, namun ada lagi yang dibolong. Memang kita harus banyak  sabar," katanya.
    Kondisi itu, kata Yushan, kemungkinan disebabkan BIL merupakan bandara baru, sehingga masyarakat merasa kaget dan mungkin dengan melihat pesawat dari jarak lebih dekat mereka merasa senang.
    "Ini sebenarnya tidak masalah, kami merasa senang. Mungkin keberadaan bandara ini merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Lombok Tengah. Tidak ada tujuan lain membolongi pagar tersebut, mereka hanya ingin melihat pesawat dari jarak yang lebih dekat," katanya.  
    Terlepas dari berbagai kekurangan itu, menurut Yushan, yang cukup menggembirakan adalah jumlah penumpang di Bandara Lombok menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat setiap tahun.
    Secara keseluruhan jumlah penumpang pada 2011 mencapai 1.656.800 orang, sebanyak 1.568.800 orang penumpang penerbangan domsetik da 86.606 orang penerbangan internasional.
    Jumlah tersebut meningkat menjadi 1.836.000 orang pada 2012, sebanyak 1.781.900 orang penumpang domestik dan 54.138 orang penumpang internasional.
    "Kami memprediksikan tren penumpang untuk 20 tahun mendatang mengalami kenaikan rata-rata 9,8 persen per tahun," kata Yushan.
    Daam kondisi serba kekurangan itu dari sisi tingkat kepuasan terhadap pelayanan di BIL justru skornnya cukup tinggi dengan skor 3,9. yang diberikan Asosiasi Penerbangan Sipil Nasional atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA).
    "Skor ini sangat menggembirakan sekaligus mengagetkan karena BIL belum lama beroperasi. Skor 3,95 itu hampir mencapai 4 dalam skala Likert," kata General Manager PT Angkasa Pura I BIL Pujiono.
    Manajemen PT Angkasa Pura I telah menerapkan sistem indeks kepuasan pelanggan atau Customer Satisfaction Index (CSI) di BIL yang baru dioperasikan sejak 1 Oktober 2011. INi sebagai bagian dari peningkatan kualitas pelayanan.
    Penilaian atas penerapan CSI di Bandara Internasional Lombok itu dilakukan oleh INACA pada April 2012. PT Angkasa Pura I sudah menunjuk INACA untuk membantu menilai penerapan CSI di Bandara Internasional Lombok.(*)