Idul Adha - Muslim NTB diimbau seimbangkan kehambaan dan kekhalifahan

id Idul Adha 1434 Hijriah di Mataram, NTB

"Tugas kehambaan dan kekhalifahan bagi setiap muslim merupakan dua misi yang menjadi satu kesatuan atau tak terpisahkan. Keduanya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab," kata Khotib Dr TGH Salimul Jihad.
Mataram (Antara Mataram) - Khotib Salat Idul Adha 1434 Hijriah di Lapangan Bumi Gora Kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Selasa, mengimbau kaum muslim di wilayah itu untuk menyeimbangkan aspek kehambaan (staf) dan kekhalifahan (pemimpin).

"Tugas kehambaan dan kekhalifahan bagi setiap muslim merupakan dua misi yang menjadi satu kesatuan atau tak terpisahkan. Keduanya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab," kata Khotib Dr TGH Salimul Jihad, di hadapan lebih dari 2.000 umat Islam yang melaksanakan salat Idul Adha.

TGH Salimul mengatakan, salah satu contoh manusia yang sukses menjalankan kedua misi tersebut yakni Nabi Ibrahim AS. Bahkan mampu menularkan kesuksesan tersebut kepada keluarga dan kaumnya.

Karena itu, umat Islam diperintahkan untuk merayakan Idul Adha dan menjalankan manasik haji pada waktu yang bersamaan, agar dapat memperoleh pembelajaran dalam menuai sukses sebagaimana yang diperoleh Nabi Ibrahim AS dan kaumnya.

"Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari, setiap muslim sejatinya adalah hamba Allah yang harus tunduk dan taat kepada aturan-aturan Allah, sekaligus menjadi khalifah di muka bumi ini dan menjaga kelestarian alam lingkungannya," ujarnya.

Salimul juga mengingatkan umat Islam bahwa kesuksesan dalam menyeimbangkan kehambaan dan kekhalifahan dapat diperoleh dengan memaknai secara benar Idul Kurban dan seluruh rangkaian ibadah haji, kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk dapat melaksanakan hal tersebut maka dibutuhkan kerelaan dan keberanian berkorban, yakni semakin bernilai perngorbanan yang diberikan, maka akan semakin tinggi capaian yang akan diperoleh.

Sebaliknya, semakin seseorang itu tidak berani berkorban, maka hal itu akan memperkecil peluangnya mencapai target kemuliaan tertinggi selaku hamba dan khalifah Allah.

"Salah satu contoh pengorbanan yang tertinggi yakni yang dilakukan Nabi Ibrahim AS, yang mengorbankan putra sang buah hati yang selama ini didambakan kelahirannya, yakni Ismail AS. Perngorbanan itu justru dilakukan disaat sedang dalam puncak kebahagiaan akan kehadiran putranya," ujarnya.

Pengkotbah juga menekankan bahwa berkorban merupakan kesanggupan dan ikhtiar untuk menundukkan ego (kepentingan sendiri) dalam menunaikan hak-hak Allah SWT, dan mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan sendiri.

Karena itu, Allah memberikan pembelajaran melalui eposide kehidupan Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail AS.

Akan tetapi, berkorban pada hari raya Idul Adha, tidak hanya dilihat dari sisi apa dan berapa banyak hewan kurban yang disembelih, tetapi yang paling penting dari semua itu yakni niat dan motivasi melaksanakannya.

"Yakni dalam upaya menggapai keridhoan Allah SWT dan sebagai wujud dari kecintaan kepada sesama," ujar ustadz Salimul. (*)