Mataram (Antara Mataram) - Bupati Dompu H Bambang M Yasin mengakui, oknum kepala desa (kades) di wilayah kepemimpinannya, terindikasi mendukung praktik ilegal "logging" atau pembalakan hutan secara liar.
"Memang benar ada praktik ilegal `logging` dan didukung oknum kepala desa, yang sampai hari ini masih ditahan di Polda NTB," kata Bambang, yang ditemui usai menghadiri rapat koordinasi terpadu penyusunan rencana aksi pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang digelar Pemprov NTB, di Mataram, Senin.
Ia mengatakan, kepala desa mempunyai kewenangan menerbitkan Surat Keterangan Asal Kayu (SKAK) yang diberikan Kementerian Kehutanan, dan kewenangan itu disalahkan gunakan oknum kepala desa.
Kayu yang baru ditebang secara ilegal dari kawasan hutan lindung, diklaim sebagai kayu yang sudah lama dimiliki masyarakat, dan dibuatkan SKAK oleh oknum kepala desa.
"Itu kewenangan kepala desa, aturannya sudah baik tetapi orangnya yang manfaatkan aturan itu. Dalam praktiknya kayu yang sudah lama ditebang, dijadikan alasan berkali bahwa kayu itu sudah lama, padahal baru ditebang dari kawasan hutan lindung," ujarnya.
Bambang juga membenarkan kalau praktik ilegal "logging" di kawasan hutan Tambora, cukup marak. Bahkan, bukan hanya diperdagangkan di Kabupaten Dompu, tetapi juga diantarpulaukan ke Lombok, kemudian dijual.
Kendati demikian, ia tidak bisa memastikan jumlah kayu dan luas areal kawasan hutan lindung yang digarap pelaku ilegal "logging" itu.
Bambang juga enggan mengomentari keterlibatan oknum aparat kepolisian dan aparat keamanan lainnya dalam praktik ilegal "logging" di wilayah kepemimpinannya itu.
"Saya tidak punya bukti, jadi saya tidak berani komentar, siapa yang terlibat di dalam itu, ini persoalan hukum harus ada bukti dan saksi-saksi yang bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Namun, Bambang memastikan bahwa pihaknya tidak melakukan pembiaran atas praktik ilegal "logging" itu.
"Kami tetap lakukan pencegahan, tidak ada pembiaran, kepala desa kami ingatkan. Seperti kepala Desa Napa di Kecamatan Manggalewa, sampai hari ini masih di lahan di Polda. Kami jadikan itu sebagai acuan untuk teman-teman kepala desa lainnya," ujarnya.
Versi Dinas Kehutanan Provinsi NTB, kerusakan hutan lindung di kawasan Gunung Tambora di wilayah Kabupaten Dompu, semakin para akibat maraknya praktik pembalakan liar di daerah itu.
Tingkat kerusakan hutan Tambora akibat praktik ilegal "logging" sudah mencapai 30 persen dari luas kawasan hutan Tambora yang mencapai 70 ribu hektare lebih.
Kawasan hutan lindung Tambora terbagi atas tiga bagian, yakni kawasan hutan produksi, hutan olahan investor dan hutan taman buruh.
Namun semua bagian mengalami kerusakan yang diperkirakan mencapai 30 persen. Kerusakan terparah terjadi di kawasan hutan olahan investor yang mencapai 50 persen dari total luas areal 30 ribu hektare.
Kawasan itu pernah dikelola PT Vener yang mengantongi Hak Pemanfaatan Hutan (HPH) namun tidak sempat direklamasi pascakontrak pengelolaan.
Sementara tingkat kerusakan di hutan produksi mencapai 25 persen dari total 26 ribu hektare, demikian pula tingkat kerusakan hutan taman buruh yang juga mencapai 25 persen lebih. (*)