Mataram (ANTARA) - Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri menantang terdakwa M. Tayeb untuk mengungkap bukti penerimaan Rp250 juta dari program Penyaluran Bantuan Sarana Produksi (Saprodi) Cetak Sawah Baru Tahun Anggaran 2016 di persidangan.
"Kami akan mencermati proses hukum yang sudah mengaitkan nama Bupati Bima ini. Silakan dibuktikan dalam persidangan," kata Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Sekretariat Daerah (Setda) Bima Suryadin melalui keterangan tertulis yang diterima di Mataram, Selasa.
Baca juga: Bupati Bima terungkap menerima Rp250 juta dari program cetak sawah 2016
Baca juga: Tiga Kajari di NTB dimutasi: Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Bima
Baca juga: Kejati NTB kantongi hasil penelusuran kasus korupsi sewa rumah dinas DPRD Bima
Bupati Bima pun menyatakan tidak mengetahui perihal pelaksanaan program yang berjalan di bawah Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (PTPH) Kabupaten Bima.
Oleh karena itu, Suryadin mengatakan bahwa Bupati Bima tidak terkait dengan tudingan terdakwa M. Tayeb dalam eksepsi yang dibacakan dalam sidang terbuka tersebut.
Meskipun demikian, Suryadin meyakinkan bahwa Bupati Bima menghormati proses hukum yang kini sedang berjalan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram.
"Karena ini sudah masuk ranah hukum, kami menyerahkan kepada proses hukum yang nantinya akan menentukan terbukti atau tidaknya tuduhan tersebut," ujarnya.
Pernyataan M. Tayeb dalam eksepsi yang menyebutkan Bupati Bima menerima Rp250 juta dari pelaksanaan program bantuan untuk kelompok tani tersebut disampaikan berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) saksi Muhammad, mantan Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima yang turut menjadi terdakwa.
Adanya penyerahan uang ke Bupati Bima oleh saksi Muhammad dinyatakan berada di luar tanggung jawab terdakwa M. Tayeb sebagai Kepala Dinas PTPH Kabupaten Bima.
Begitu juga dengan penyimpangan dalam tahap pelaksanaan di lapangan yang mengakibatkan munculnya kerugian negara Rp5,1 miliar, M. Tayeb menyatakan dirinya tidak terlibat.
Hal itu diyakinkan dengan mengingatkan kembali bahwa penyaluran dana bantuan ini berlangsung tanpa melalui perantara, artinya uang dikirim oleh kementerian langsung ke rekening masing-masing penerima bantuan dari kalangan kelompok tani (poktan).
Dengan menyampaikan hal demikian, M. Tayeb melalui penasihat hukum menilai surat dakwaan jaksa penuntut umum menjadi kabur dan tidak jelas sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
Penasihat hukum M. Tayeb pun menilai jaksa penuntut umum dalam surat dakwaannya telah mencampuradukkan tentang tugas dan tanggung jawab terdakwa dengan para saksi dan seluruh penerima bantuan.
Dengan uraian demikian, penasihat hukum meminta majelis hakim untuk menerima eksepsi terdakwa M. Tayeb dan mengeluarkan terdakwa dari tahanan, serta meminta majelis hakim untuk menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum.
Dalam dakwaan, jaksa mendakwa M. Tayeb dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terdakwa M. Tayeb didakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Jaksa menyatakan bahwa M. Tayeb secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan dua orang lainnya, yakni Muhammad dan Nur Mayangsari, Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif.
Program Dana Bantuan Saprodi Cetak Sawah Baru Tahun Anggaran 2016 berasal dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima.
Negara menyalurkan anggaran Rp14,4 miliar kepada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima. Penyaluran anggaran secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan.
Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, sebanyak 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.
Dalam dakwaan, jaksa mengungkap bahwa terdakwa M. Tayeb sebagai pejabat pembuat komitmen mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi masing-masing. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.
Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa M. Tayeb tanpa adanya nota penyerahan.
Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur.
Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan perincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.
Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi juga berada di bawah perintah M. Tayeb. Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida.
Namun, dari daftar pembelian, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.
Jaksa pun menilai pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah poktan yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar.