Denpasar (ANTARA) -
Saksi kasus dugaan korupsi dana Lembaga Pengkreditan Desa (LPD) Desa Adat Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali mengungkap eks Ketua LPD Sangeh I Nyoman Agus Aryadi memakai uang untuk kebutuhan sendiri dengan bermain saham trading.
Hal itu disampaikan Sekertaris Ni Made Suwerni saat diperiksa majelis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Agus Wahyudi, serta hakim anggota Nelson dan Putu Sudariasih.
"Iya waktu itu katanya (terdakwa I Nyoman Agus Aryadi) dipakai untuk trading," kata dia menjawab pertanyaan majelis hakim terkait apakah keuangan LPD Sangeh juga dipakai untuk kepentingan trading oleh terdakwa Agus Aryadi.
Saksi Suwerni mengatakan dana LPD Desa Adat Sangeh dipakai oleh terdakwa untuk bisnis trading dengan menggunakan nama-nama keluarga terdakwa sebagai pihak pengaju kredit.
Saksi Suwerni yang menjabat sebagai Sekretaris sejak tahun 2006 hingga 2019 mengaku mengetahui adanya kredit fiktif pada tahun 2016 dari bagian admin kredit.
Dalam persidangan, saksi Made Suwerni mengungkapkan peran terdakwa I Nyoman Aryadi yang memutuskan secara sepihak bahwa peminjaman boleh dilakukan oleh orang di luar Krama atau warga desa Adat Sangeh, Badung.
Saksi Suwerni juga mengungkapkan bahwa terdakwa juga mengeluarkan 30 sampai 40 kredit fiktif menggunakan dana Rp40 miliar dicairkan tanpa persetujuan badan pengawas LPD Desa Adat Sangeh.
Saksi Suwerni terdiam ketika hakim menanyakan terkait pelatihan sebagai seorang sekretaris terkait tupoksinya untuk melarang terdakwa Agus Aryadi memberikan kredit yang diketahuinya sebagai kredit fiktif.
Hakim kemudian mencerca saksi dengan beberapa pertanyaan lain yang tidak bisa dijawab oleh saksi. Sebagai sekretaris, kata hakim Nelson, seharusnya melaporkan kejadian tersebut untuk mencegah kolapsnya dana LPD, bukan didiamkan begitu saja hingga akhirnya keuangan LPD menjadi kolaps.
Saksi lain yang dihadirkan dalam persidangan hari ini adalah I Gusti Ayu Ariwikani selaku bendahara LPD Sangeh. Dalam persidangan, dia mengaku mengetahui bahwa ada kredit fiktif. Dia mengetahui adanya kredit fiktif dari bagian kredit yang saat itu bertujuan untuk menambah laba.
Dia mengatakan pernah mentransfer sejumlah uang kepada terdakwa Agus Aryadi hingga totalnya mencapai Rp30 miliar. "Beberapa nama yang mengajukan kredit bukan Krama adat," kata saksi Ayu Ariwikani saat menjawab pertanyaan hakim terkait awal mula informasi mengenai adanya kredit fiktif yang dilakukan terdakwa Agus Aryadi.
Bahkan dia juga menyebutkan ada 16 nama yang dikategorikan sebagai 'nasabah khusus' ketua LPD Agus Aryadi. Saksi lain yang dihadirkan dalam persidangan hari ini adalah mantan Kepala Bagian Dana sekaligus Sekertaris aktif LPD Sangeh Ida Bagus Putu Pujawan dan Pengawas sekaligus sebagai Juru Bendesa Anak Agung Bagus Adi Dwiputra.
Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Yusnawati mendakwa Agus Aryadi dengan pasal berlapis yakni Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 9 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan LPD yang diterbitkan oleh Inspektorat Kabupaten Badung tanggal 14 November 2022.
Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa terdakwa Agus Aryadi selaku Kepala LPD Desa Adat Sangeh bersama-sama dengan pengurus dan karyawan LPD Desa Adat Sangeh, yakni Ni Wayan Suci selaku Kepala Bagian Kredit, Ni Ketut Deni Harum Sari selaku staf bagian kredit dan I Gusti Ayuwikani selaku kasir/bendahara.
Tak hanya itu, terdakwa Agus Aryadi pada Mei 2016 sampai dengan Desember 2020 berperan sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri sebesar Rp56.112.543.783, atau orang lain yaitu para pengurus maupun karyawan LPD Desa Adat Sangeh sebesar Rp1.095.689,141.
Pada 2016-2017, terdakwa Agus Aryadi membuat kredit fiktif dengan mencatut 92 nama nasabah LPD Sangeh yang pernah mengajukan kredit. Total uang yang diterima terdakwa dari 92 kredit fiktif tersebut sebesar Rp55.732.073.000.
Baca juga: Pemkab Badung kuatkan LPD penggerak ekonomi desa adat
Baca juga: Pemkab Badung ingatkan LPD patuhi regulasi hukum
Kemudian pada 2017-2020, terdakwa kembali mengulangi perbuatannya dengan mencatut 54 nama nasabah LPD Sangeh dengan total uang yang dicairkan Rp1.126.739.924. Uang tersebut kemudian ditampung ke dalam rekening atas nama Ayuk BPD/Laba dengan tujuan laba bulanan LPD Sangeh seolah-olah mencapai target dan memperoleh keuntungan. Selanjutnya, terdakwa juga pernah membuat kebijakan kepada pengurus maupun karyawan LPD Sangeh untuk mengajukan kas bon atas persetujuannya.
Atas perbuatannya tersebut, Agus Aryadi dijerat Pasal 2 Ayat 1 (dakwaan primer) , Pasal 3 (dakwaan subsider), atau Pasal 9 (dakwaan subsider kesatu), juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dan ditambah dengan Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.