Masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, gembira karena panen padi huma kali ini melimpah dan tidak terserang hama maupun penyakit tanaman. Panen raya padi huma tahun ini hasil dari tanam Oktober 2022 sampai Maret 2023 dengan masa panen 6 bulan karena menggunakan benih padi lokal.
Melimpahnya produksi padi huma itu karena 2 tahun curah hujan tinggi sehingga tanaman padi tumbuh subur dan hasil panen lebih banyak. Sejauh mata memandang di areal tanaman tersebut, batang-batang padi berisi gabah padi huma terlihat menguning hingga memasuki panen raya selama 2 pekan ke depan.
Kaum perempuan Badui pagi hari beramai-ramai ke ladang untuk memetik tangkai padi huma dengan menggunakan alat tradisional atau item. Produksi panen padi huma ladang itu tentu mampu menyumbang stok atau persediaan pangan masyarakat adat itu.
Kaum perempuan Badui pagi hari beramai-ramai ke ladang untuk memetik tangkai padi huma dengan menggunakan alat tradisional atau item. Produksi panen padi huma ladang itu tentu mampu menyumbang stok atau persediaan pangan masyarakat adat itu.
"Kami merasa bahagia dan lega panen padi huma seluas 1 hektare itu dengan kondisi baik dan tidak terserang hama penyakit," kata Santa (55), petani Badui, warga Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Panen padi huma tahun 2023 relatif baik sehingga mampu menyumbangkan pangan keluarga karena bisa menghasilkan sebanyak 300 ikat dari tanaman seluas 1 hektare. Produksi sebanyak itu dipastikan cukup untuk memenuhi konsumsi pangan keluarga sehingga tidak menjadi ancaman kelaparan maupun kekurangan pangan.
Padi huma yang dipanen itu nantinya disimpan di lumbung-lumbung pangan atau leuit, bahkan terdapat gabah yang sudah berusia 50 tahun. Lumbung pangan di kawasan perkampungan masyarakat Badui dibangun di belakang rumah dan bisa menyimpan gabah sampai 4 ton/leuit juga relatif aman dari gigitan tikus maupun binatang lain.
Padi huma yang dipanen itu nantinya disimpan di lumbung-lumbung pangan atau leuit, bahkan terdapat gabah yang sudah berusia 50 tahun. Lumbung pangan di kawasan perkampungan masyarakat Badui dibangun di belakang rumah dan bisa menyimpan gabah sampai 4 ton/leuit juga relatif aman dari gigitan tikus maupun binatang lain.
Masyarakat Badui di pedalaman Kabupaten Lebak hingga kini mematuhi adat leluhur, dengan mengembangkan pertanian tanaman padi di ladang-ladang atau tanaman darat, bukan di sawah. Selain mengembangkan tanaman padi huma, mereka mengusahakan tanaman hortikultura, sayuran, palawija, dan tanaman keras.
Padi menjadi tanaman pokok bagi masyarakat Badui untuk memenuhi ketahanan pangan keluarga, sedangkan tanaman lainnya untuk peningkatan pendapatan ekonomi bulanan, 3 bulan, 9 bulan, dan 7 tahun. Tanaman padi huma masyarakat Badui terdapat di kawasan tanah hak ulayat adat dan di lahan luar adat, seperti di Leuwidamar, Sobang, Cirinten, Cileles, Muncang, Gunungkencana, dan Bojongmanik.
Padi menjadi tanaman pokok bagi masyarakat Badui untuk memenuhi ketahanan pangan keluarga, sedangkan tanaman lainnya untuk peningkatan pendapatan ekonomi bulanan, 3 bulan, 9 bulan, dan 7 tahun. Tanaman padi huma masyarakat Badui terdapat di kawasan tanah hak ulayat adat dan di lahan luar adat, seperti di Leuwidamar, Sobang, Cirinten, Cileles, Muncang, Gunungkencana, dan Bojongmanik.
Untuk lahan padi huma di luar tanah hak ulayat adat, mereka menyewa lahan milik Perum Perhutani maupun lahan orang lain. "Panen padi huma dengan waktu 6 bulan itu bisa menambah stok pangan keluarga jika dilanda paceklik maupun ada serangan hama yang menimbulkan puso. Itu masih bisa memenuhi kebutuhan selama 10 tahun mendatang," kata Santa.
Panen raya padi huma di Kecamatan Gunungkencana hingga puluhan hektare di lahan milik Perum Perhutani dengan melibatkan petani Badui mencapai ratusan orang. Masyarakat Badui menempati lahan milik negara itu untuk dijadikan areal pertanian tanaman padi huma dengan sistem tumpang sari bersama tanaman sayuran, palawija, dan tanaman keras.
Panen raya padi huma di Kecamatan Gunungkencana hingga puluhan hektare di lahan milik Perum Perhutani dengan melibatkan petani Badui mencapai ratusan orang. Masyarakat Badui menempati lahan milik negara itu untuk dijadikan areal pertanian tanaman padi huma dengan sistem tumpang sari bersama tanaman sayuran, palawija, dan tanaman keras.
"Kami bersyukur hasil panen padi huma melimpah dibandingkan beberapa tahun terakhir, yang tidak menghasilkan gabah (bermutu) baik," kata Santa.
Begitu juga Kubil (50), petani Badui, warga Kadu Ketug, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, yang mengaku panen padi huma tahun ini cukup baik dan melimpah karena didukung curah hujan tinggi. Panen padi huma bisa sebanyak 150 ikat dari lahan 5.000 meter persegi dan bisa memenuhi kebutuhan pangan.
Masyarakat Badui dilarang jual hasil padi panen sendiri dan hanya dijadikan untuk ketahanan pangan keluarga. Oleh karena itu, masyarakat Badui hingga kini tidak ditemukan kasus kelaparan maupun kerawanan pangan. "Kami belum pernah membeli beras karena stok gabah di lumbung cukup untuk memenuhi pangan keluarga," katanya.
Stok pangan
Kepala adat yang juga Kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Jaro Saija, mengatakan selama ini stok pangan masyarakat Badui cukup dari hasil panen padi huma. Bahkan, hasil produksi beras dari bercocok tanam di ladang melimpah dan surplus. Meski berlebih, hasil panen padi huma tidak dijual, namun disimpan di lumbung.
Adapun peralatan pertanian, mereka tidak menggunakan cangkul maupun traktor dan hanya menggunakan pupuk organik dari sisa-sisa pembakaran saat membuka ladang. Ladang pertanian masyarakat Badui itu setiap tahun berpindah-pindah untuk menyuburkan lahan pertanian tersebut. "Kami menanam aneka tanaman termasuk padi huma. Kami dilarang menggunakan pupuk kimia, karena bisa menimbulkan kerusakan lahan," katanya menjelaskan.
Ia menyebutkan saat ini, jumlah lumbung pangan tercatat 405 leuit dan setiap lumbung dapat menampung gabah 4-5 ton. Masyarakat Badui juga menerima program beras untuk masyarakat miskin atau raskin.
Masyarakat Badui yang berjumlah 11.620 jiwa, terdiri atas laki-laki 5.870 jiwa dan perempuan 5.570 jiwa, menempati tanah hak ulayat adat seluas 5.100 hektare, di antaranya 3.000 hektare hutan lindung yang tidak bisa dilakukan pertanian.
Masyarakat Badui hanya bisa menggarap pertanian seluas 2.100 hektare dan mereka terpaksa ke luar kawasan hak tanah ulayat adat untuk mengembangkan usaha pertanian. Masyarakat Badui setiap hari Seba ke Bupati Lebak dan Gubernur Banten, minta penambahan lahan pertanian.
Baca juga: Prajurit TNI bantu petani panen padi perbatasan RI-Malaysia
Baca juga: DKPP sebut program ketahanan pangan di Surabaya hasilkan padi 22,4 ton
Baca juga: Prajurit TNI bantu petani panen padi perbatasan RI-Malaysia
Baca juga: DKPP sebut program ketahanan pangan di Surabaya hasilkan padi 22,4 ton
Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Deni Iskandar mengatakan selama ini prinsip masyarakat Badui menata produksi pangan cukup bagus. Itu berlaku sejak nenek moyang dan belum pernah mengalami krisis pangan.
Mereka mempertahankan pangan dengan bercocok tanam padi gogo di lahan darat hingga surplus. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengawali gerakan penanaman padi huma masyarakat Badui pada Oktober 2022, yang kini tanaman pangan itu sudah memasuki panen raya padi huma.
Penanaman tersebut juga dihadiri tokoh dan tetua adat Badui. Ratusan petani Badui mengawali musim tanam padi huma bersama Menparekraf di sekitar Desa Bojong Menteng Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. "Kami berharap gerakan tanam itu membawa berkah dan dapat menghasilkan panen melimpah sehingga memenuhi ketersediaan pangan," kata Sandiaga.