Mataram, (Antara) - World Wide Fund for Nature Regional Nusa Tenggara menggagas pengembangan sentra usaha hasil hutan bukan kayu unggulan di kawasan hutan Rinjani Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat agar mampu memberikan manfaat sebesar-sebesarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
"Potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) di kawasan Rinjani sangat besar, tapi belum begitu dikelola optimal untuk mengentaskan kemiskinan," kata Koordinator World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Regional Nusa Tenggara Ridha Hakim, di Mataram, Senin.
WWF adalah organisasi nonpemerintah internasional yang menangani masalah-masalah tentang konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan.
Menurut Ridha, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) menetapkan penurunan angka kemiskinan hingga tujuh persen, dengan sasaran utama adalah masyarakat miskin di pinggir kawasan hutan dan pesisir.
Salah satu cara untuk mewujudkan target tersebut, khususnya di pinggir kawasan hutan adalah dengan memanfaatkan potensi HHBK yang terbilang cukup besar.
Potensi tersebut harus ditangkap dengan baik melalui konsep perencanaan pengelolaan yang terarah.
Di NTB sendiri, kata dia, sudah ada penetapan kawasan hutan kemasyarakatan (HKm) hingga puluhan ribu hektare yang tersebar di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara dan Lombok Timur.
"Masyarakat yang mengelola HKm tersebut sudah memanfaatkan potensi HHBK, selain jasa lingkungan. Tapi belum begitu terlihat hasilnya karena peran pemerintah yang belum kuat. Selama ini hanya tengkulak yang menikmati," ujarnya.
Menurut Ridha, data berbagai komoditas HHBK yang dihasilkan oleh masyarakat hingga saat ini belum jelas, sehingga perlu dilakukan penguatan yang bisa mengarah pada komoditas tertentu untuk dijadikan unggulan.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah dalam hal ini Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Dodokan Moyosari, selaku "leading sector" perlu memberikan dukungan terkait penetapan sentra usaha HHBK unggulan di kawasan hutan Rinjani Pulau Lombok, seperti yang sudah dilakukan di Pulau Sumbawa.
"Di Sumbawa sudah ditetapkan HHBK unggulan, yakni madu alam yang sudah dikenal luas hingga nasional," ucapnya.
Di Kabupaten Lombok Utara, kata dia, sudah ditetapkan beberapa jenis HHBK sebagai komoditas unggulan daerahnya. Namun, dari sekian itu perlu ada satu jenis yang didorong untuk benar-benar menjadi unggulan dan ada sentranya produksinya.
Upaya itu memang tidak bisa dilakukan sendiri oleh Pemkab Lombok Utara, tapi harus ada elaborasi dengan Pemerintah Provinsi NTB.
"Kalau itu mampu di-breakdown tentu akan memudahkan untuk menentukan mana komoditas yang benar-benar bisa jadi unggulan dan ditetapkan sebagai sentra," ucap Ridha.
WWF NTB gagas Pengembangan Sentra Usaha HHBK
Potensi hasil hutan bukan kayu (HHBK) di kawasan Rinjani sangat besar, tapi belum begitu dikelola optimal untuk mengentaskan kemiskinan