Mataram (ANTARA) - Wali Kota Mataram H Mohan Roliskana mengatakan kehadiran pondok pesantren (ponpes) menjadi cerminan nyata komitmen umat membumikan ilmu agama serta merawat nilai-nilai luhur kearifan lokal di tegah kompetisi antar lembaga pendidikan yang terus menguat.
"Karena itu, menjadi tugas bersama para pengasuh, pengelola, dan tenaga pendidik menjaga mutu dan keunggulan lembaga ini, agar menjadi pilihan utama masyarakat, serta menjadi rumah ilmu yang benar-benar dirindukan," katanya di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan usai melakukan peletakan batu pertama pembangunan Ponpes Darul Lughah Wat Tahfizh (Dalfizh) di Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram.
Dikatakan, keberadaan ponpes tersebut sekaligus kembali menegaskan jati diri Kota Mataram sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pendidikan agama, di tengah derasnya arus modernisasi.
Baca juga: Ustadz ponpes pelaku pelecehan santriwati di Lombok Barat ditangkap
Komitmen itu tercermin dari dukungan penuh terhadap pembangunan lembaga-lembaga pendidikan berbasis nilai-nilai keagamaan, yang mengintegrasikan penguatan intelektual, spiritualitas, dan karakter generasi muda.
Tempat itu akan menjadi ladang tafaqquh fiddin atau wadah untuk mendalami agama Islam secara mendalam dan menyeluruh.
Itu menjadi bentuk jawaban atas tingginya antusiasme masyarakat dalam mencari pendidikan agama yang berkualitas bagi anak-anak mereka.
Untuk itu, Wali Kota menyampaikan apresiasi terhadap semangat kolektif dan keikhlasan seluruh elemen masyarakat yang terlibat dalam pembangunan pondok pesantren tersebut.
"Keberadaan ponpes, sekaligus menegaskan semangat Kota Mataram dalam menyebarkan ilmu agama Islam," katanya.
Baca juga: Ustadz ponpes di Lombok Barat jadi tersangka pelecehan seksual santriwati
Di sisi lain, Wali Kota juga menekankan pentingnya integrasi antara pendidikan agama tradisional dengan pendekatan modern.
Salah satunya dengan menerapkan konsep satu guru untuk lima siswa (one-five education) menjadi sebuah gagasan yang menghubungkan jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi dalam satu kesatuan sistem sebagai upaya menjadikan pesantren tetap relevan, adaptif, dan berdaya saing di tengah perubahan zaman.
"Dengan jumlah siswa yang sedikit, guru dapat memberikan perhatian yang lebih personal kepada setiap santri, membantu mereka memahami materi, dan memberikan umpan balik yang lebih tepat," katanya.*
Baca juga: LPA dampingi empat santriwati korban pelecehan seksual di ponpes Lombok barat